REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama DPR menyepakati pembahasan Undang-Undang Anggaran dan Pendapatan Negara (APBN) 2017 dengan asumsi dasar dan postur anggaran yang diyakini lebih realistis. Dalam postur anggaran yang disepakati, pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 1.750,3 triliun atau naik Rp 12,7 triliun, dari rencana semula sebesar Rp 1.737,6 triliun.
Sementara anggaran belanja negara ditetapkan sebesar Rp 2.080,5 triliun, atau naik Rp 10 triliun dari rencana semula sebesar Rp 2.070 triliun. Dari postur tersebut, defisit anggaran dalam APBN tahun 2017 sebesar Rp 330,2 triliun. Angka ini setara dengan 2,41 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, penetapan APBN 2017 disusun dengan pemahaman bahwa kondisi perekonomian global masih menghadapi pelemahan dan risiko gejolak geopolitik, perubahan ekonomi regional terutama Cina, dan pelemahan perdagangan internasional. Kebijakan fiskal, kata dia, diharapkan mampu menjadi instrumen yang efektif untuk memperkuat ekonomi domestik terlebih dalam menghadapi tekanan global.
"Sehingga paling tidak itu telah memberikan suatu proyeksi yang bisa dianggap realistis dan kemudian tidak menimbulkan spekulasi mengenai postur dari APBN 2017. Itu suatu langkah kemajuan yang baik," ujar Sri, di Jakarta, Rabu (26/10).
Secara rinci, keputusan soal APBN 2017 yang disepakati dalam paripurna ini berdasarkan asumsi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen, inflasi 4,0 persen, nilai tukar Rp 13.300 per dolar AS, suku bunga SPN 5,3 persen, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) 45 dolar AS per barel. Sementara lifting minyak dipasang di angka 815 ribu barel per hari, dan lifting gas 1,15 juta setara barel minyak per hari.
Di sisi lain, Sri juga menjelaskan bahwa target penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBN 2017 disusun berdasarkan proyeksi penerimaan perpajakan 2016 yang telah disesuaikan berdasar kondisi ekonomi yang realistis dan setelah pelaksanaan UU Pengampunan Pajak tahap pertama. Pemerintah mencatat, target penerimaan perpajakan pada 2017 tumbuh sekitar 13-15 persen dari perkiraan realisasi penerimaan pajak 2016.
Pemerintah, kata dia, akan melakukan reformasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan jalan peningkatan potensi perpajakan, perbaikan kualitas pemeriksaan dan penyidikan, penyempumaan sistem informasi teknologi, peningkatan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai, dan pemberian insentif fiskal bagi kegiatan ekonomi strategis.
Sementara pada sisi belanja negara, alokasi belanja kementerian lembaga ditetapkan sebesar Rp 763,6 triliun atau naik sebesar Rp 5,2 triliun, dari rencana semula Rp 758,3 triliun. Realokasi anggaran belanja operasional beberapa Kementerian dan Lembaga juga dilakukan untuk diarahkan kepada belanja yang lebih produktif dan mendesak.
Sementara itu, Anggota Komisi XI Kardaya Warnika mengingatkan kembali pemerintah agar bekerja keras dalam meningkatkan penerimaan negara. Alasannya, raihan dalam tahun ini di mana penerimaan negera terutama dari perpajakan yang seret. Tak hanya itu, melihat masih adanya defisit anggaran di tahun depan, ia meminta pemerintah untuk lebih bijak dalam menarik utang. Artinya, utang yang ada diharapkan bisa digunakan untuk membiayai proyek strategis, bukan malah untuk membayar bunga utang yang lalu.