Kamis 07 Sep 2017 17:17 WIB

Pemerintah Turunkan Target Pertumbuhan Ekonomi 2017

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Reuters/Beawiharta
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan proyeksi optimistis untuk pertumbuhan ekonomi pada 2017 adalah sebesar 5,17 persen atau sedikit di bawah asumsi dalam APBNP yang ditetapkan 5,2 persen.

"Kita mendekat 5,17 persen sampai akhir tahun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (7/9).

Pemangkasan target pertumbuhan ekonomi tersebut, kata Menkeu, karena kontribusi investasi pada semester I 2017 baru mencapai 5,1 persen. Padahal, kontribusi investasi di semester II 2017 harus mencapai 5,4 persen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen. "Kontribusi dari sektor investasi yang memang berat. Apalagi menurut data perbankan penyaluran kredit untuk dunia usaha diperkirakan melambat tahun ini,'' ujarnya.

Dengan realisasi pertumbuhan kredit yang tidak sesuai harapan yaitu 12 persen, maka investasi dalam komponen pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih rendah, meski mendapat dorongan dari ekspor. Ia juga memaparkan, belanja pemerintah pusat Agustus tahun ini lebih rendah dari Agustus 2016.

Tahun lalu, hingga Agustus 2016, belanja pemerintah pusat sudah mencapai Rp 695,66 triliun atau 50,9 persen. Sementara Agustus tahun ini, belanja pemerintah pusat lebih rendah dengan 49,3 persen atau Rp 644,712 triliun.

Penerimaan perpajakan pun baru mencapai Rp 780 triliun hingga akhir bulan ini atau 53 persen dari target APBN-P 2017. ''Kita akan cari titik seimbang meningkatkan penerimaan tanpa membuat kekhawatiran,'' kata Menkeu.

Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, sikap pemerintah menurunkan capaian target pertumbuhan ekonomi wajar. Karena ia menilai target pertumbuhan 5,2 persen kurang realistis. "Kalau kurang realistis nanti pengaruh ke target penerimaan pajak. Shortfall membesar maka defisitnya bengkak,'' ujar dia.

Ia menambahkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya mencapai 5,05 persen-5,1 persen pada 2017. Hal itu jika melihat perkembangan indikator utama seperti dorongan konsumsi yang melemah, kinerja ekspor yang awalnya tercatat surplus hingga 1,6 miliar dolar AS di bulan Juni kini mengalami defisit di bulan Juli, industri pengolahan yang melambat di triwulan ke II, serta investasi yang tumbuh dibawah ekspektasi.

Bhima menuturkan, solusi untuk dorong pertumbuhan ekonomi ada beberapa cara. Pertama, jaga daya beli dengan efektifkan penyerapan bantuan sosial, kebijakan pajak juga jangan agresif menyasar WP kecil. Kedua, stimulus moneter perlu didorong khususnya penurunan suku bunga acuan dan pelonggaran loan to value kredit properti dan kendaraan bermotor.

Ketiga, dorong realisasi investasi dengan perbaikan proses perizinan dan gencarkan promosi diluar negeri. Paket kebijakan perlu dirombak total. Beberapa paket yang tidak berjalan bisa dihapus. Keempat, momentum kenaikan harga komoditas jangan sampai terlewatkan. ''Pasar alternatif ekspor harus segera diperluas dan hilirisasi industri didorong agar nilai tambah dan devisa ekspor makin besar,'' kata Bhima.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement