Selasa 15 Nov 2016 08:46 WIB

'Kiyai dan Santri Harus Teduhkan Umat'

Menag Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika/Yulia Ningsih
Menag Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, SUMENEP -- Gonjang ganjing informasi di media sosial (medsos) saat ini sudah sedemikian hebat dan mengkhawatirkan. Pasalnya, pertukaran informasi yang terjadi di satu daerah dengan daerah lain baik di dalam maupun luar negeri begitu cepat. Karena itu, guna meminimalisasi dampak negtif arus informasi itu, maka para kiyai dan santri pesantren istiqamah dalam dakwah yang menenangkan dan menyejukan umat.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, mengajak tokoh agama dan masyarakat untuk meneduhkan umat dengan dakwah yang menyejukkan bukan menyesatkan, kesantunan bukan kesombongan, menghargai perbedaan pendapat bukan memaksakan. Dengan begitu, Menag berharap, akan terbangun situasi dan kondisi yang damai, tenteram, dan akur.

"Kita jangan mudah terprovokasi. Jangan sembarangan untuk men-share informasi yang belum diketahui kebenarannya. Berhati-hatilah dalam bertutur kata, bermedia sosial, dan berperilaku," tegas Lukman di hadapan ribuan santri dan wali santri yang hadir pada Kesyukuran 64 Tahun Ponpes Al Amien, Prenduan, Sumenep-Madura,  kemarin.

Menurut Lukman, pesantren kaya akan nilai dan budaya hidup. Nilai persaudaraan dan gotong-royong mewujud dalam keseharian para santri, menjadi kekuatan tersendiri dalam menimba ilmu dan mengaji.

Kata dia, santri diajari berbagai disiplin ilmu, sehingga tidak picik dan berwawasan sempit. Santri juga dilatih untuk saling membantu antar sesama. "Budaya semacam ini sangat tepat untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa secara luas," pesannya.

Pesantren Al-Amien Prenduan lahir sejak awal abad ke-20. Kiyai Chatib mulai merintis pesantren ini dengan membangun langgar kecil yang kemudian dikenal dengan pesantren Congkop. Pasca-wafatnya Kiyai Chatib (1930), aktivitas pengajian dilanjutkan Kiyai Djauhari. Putra ke-7 Kiyai Chatib ini membangun Madrasah Mathlab dan Tarbiyatul Banat.

Meski harus berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang serta mempertahankan kemerdekaan, Kiyai Djauhari tetap istiqamah mendidik umatnya. Tahun 1951, Kiyai Djauhari membangun kembali pesantren Congkop yang pernah dirintis ayahnya. Tanggal 10 November 1952, Kiyai Djauhari mendirikan Pesantren Tegal yang kemudian berkembang tanpa putus hingga kini menjadi Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan.

Di usia ke-64, Menag berharap, Pesantren Al-Amien Prenduan tetap mempertahankan jati dirinya sembari mengembangkan inovasi. Melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah pada Pondok Pesantren, KMI (Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyah) yang dikembangkan Pesantren Al-Amin Prenduan kini mendapat pengakuan dan setara dengan pendidikan lainnya, semisal madrasah dan sekolah.

"Atas nama Menteri Agama, saya menyampaikan selamat atas Peringatan ke-64 Tahun Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan. Semoga Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan menjadi tempat yang selalu membekali tumbuhnya jiwa santri yang ulet, mandiri, dewasa, dan berbudi pekerti yang luhur," tutup Menag.

sumber : kemenag.go.id
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement