Jumat 18 Nov 2016 00:45 WIB

Menaker: Pendidikan Tinggi tak Jadi Jaminan Pengangguran Berkurang

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Winda Destiana Putri
Pengangguran
Pengangguran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perguruan tinggi dinilai perlu memiliki peran strategis untuk peningkatan daya saing bangsa Indonesia di tengah era globalisasi. Pasalnya era ini membawa konsekuensi terjadinya persaingan atau kompetisi terbuka yang semakin meluas di berbagai dimensi kehidupan.

Indonesia membutuhkan sumber daya manusia (SDM) berdaya saing tinggi untuk bisa bersaing dan memenangkan persaingan. "Mau tidak mau, suka tidak suka, era persaingan sudah di depan mata kita. Perguruan tinggi memiliki peranan penting mendorong peningkatan kualitas SDM lebih cepat yang demand-driven (sesuai kebutuhan)," ujar Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri, Kamis (17/11).

Lulusan atau tenaga kerja berpendidikan tinggi belum didukung dengan kompetensi untuk masuk ke pasar kerja. Bahkan ada kecenderungan peningkatan jumlah tenaga kerja berpendidikan tinggi yang menganggur.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai bulan Agustus 2016, jumlah tenaga kerja berpendidikan tinggi yang bekerja sebanyak 14,57 juta (12,24 persen) dari 118,41 juta orang yang bekerja, dan sebanyak 787 ribu (11,19 persen) dari 7,03 juta orang yang menganggur. Sementara itu Kemenristekdikti mencatat jumlah perguruan tinggi umum di seluruh Indonesia sebanyak 3.221 dan perguruan tinggi agama sebanyak 1.020. Setiap tahun rata-rata menghasilkan lulusan sebanyak kurang lebih 750 ribu orang dari berbagai tingkatan pendidikan tinggi yang siap masuk ke pasar kerja.

Kondisi ini, kata Hanif, mengisyaratkan bahwa pendidikan tinggi belum merupakan jaminan akan diserap pasar kerja. "Itu bisa diakibatkan karena adanya gap kompetensi maupun ketidaksesuaian dengan kebutuhan pasar kerja," ujarnya. Untuk itu setiap perguruan tinggi perlu melakukan pembenahan terhadap program studi dan kurikulum untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing.

Perguruan tinggi harus memetakan perubahan tren di dunia kerja. Sebab, ketersambungan lulusan dan kebutuhan pasar kerja belum optimal. Menurut dia, perguruan tinggi perlu evaluasi bagaimana link and match alumni lebih optimal dalam hubungannya dengan pasar kerja. Dalam menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing dan kompeten, pemerintah mendorong agar perguruan tinggi berorientasi pada pendidikan vokasi.

Pemerintah juga memfokuskan pelatihan kompetensi dalam pemberian bekal kompetensi bagi angkatan kerja yang berlatar belakang pendidikan rendah. Pelatihan ini dilakukan di lakukan di balai latihan kerja (BLK) dengan konsep pelatihan berbasis kompetensi (PBK). Hanif menyebut pendidikan vokasi di perguruan tinggi mendesak dilakukan agar para lulusan cepat terserap pasar kerja. Selain itu, para lulusan perguruan tinggi menjadi lulusan yang komplit yakni tenaga kerja yang kompeten, berdaya saing tinggi, berkarakter, dan inovatif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement