REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adanya korupsi di tubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan dampak dari minimnya data yang dimiliki. Dengan data yang akurat maka penyelewengan pajak bisa terdeteksi lebih cepat.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan data wajib pajak baik perorangan maupun badan yang lebih rapih, maka DJP bisa semakin mudah mendeteksi jika ada penghilangan pajak yang dilakukan wajib pajak. Sebab dari data tersebut akan diketahui berapa jumlah pajak yang harus dibayarkan.
"Kalau ada yang hilang misal jumlah pajakny, itu bisa terdeteksi," ujar Sri Mulyani, Kamis (24/11).
Dia menuturkan, Kementerian Keuangan akan berupaya untuk meningkatkan investasi di bidang sistem informasi agar data wajib pajak semakin terintegrasi dan menjadi sistem database yang baik. Dari sistem tersebut bisa diketahui berapa jumlah wajib pajak yang sudah membayar dan berapa pajak yang telah dibayarkan.
"Sistem ini juga bisa membuat pengawasan kepada pegawai pajak, karena mereka nantinya tidak bisa 'main-main" lagi dengan pembayaran pajak pada negara," tuturnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani menjelaskan bahwa penangkapan pegawai pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mempengaruhi penerimaan pajak negara. Menurutnya, masyarakat masih akan percaya pada integritas DJP dalam mengumpulkan pajak yang digunakan untuk kepentingan negara.
Penangkapan ini, lanjut dia, juga tidak bisa disangkutpautkan dengan program amnesti pajak. Sebab perusahaan yang menyuap hanya ingin menghilangkan kewajiban mereka dalam membayar pajak pada 2016.