Selasa 29 Nov 2016 17:00 WIB

Alasan Warga Kuba Memilih Islam

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko
Warga Kuba
Foto: AP
Warga Kuba

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hajji Isa sebelumnya bernama Jorge Elias Gil Viant. Pria asli Kuba yang berprofesi sebagai seniman ini mengatakan komunitas Muslim di Kuba masih sangat muda. Sebagian besar adalah pelajar dan pekerja.

Pelajar Muslim biasanya berasal dari Afrika, Sahara barat, Yaman, Palestina dan negara Arab lain. Peran mereka cukup besar di tahun 1990an. Beberapa waktu kemudian banyak imigran dari Pakistan muncul.

Menurut Isa, asimilasi kultur ini membuat komunitas Muslim di beberapa wilayah jadi beda karakteristik. Seiring dengan hal ini, lebih banyak penduduk Kuba berpindah agama menjadi Muslim.

Efek beruntun berakhir pada semakin dikenalnya Islam di wilayah. Aktivitas Muslim dalam perdagangan bisnis membuat komunitas semakin berkembang. Seorang warga Kuba yang juga berpindah agama jadi Muslim, Hassan Jan memulai usaha kecilnya di rumah.

Ia menerima jasa print dokumen di ruang tamunya. "Ini jadi ladang baru bagi Muslim untuk membantu secara ekonomi, juga untuk membantu mendukung perkembangan Muslim," kata Isa.

Namun hal ini bukan tidak menemui penghalang. Tantangan terbesar adalah kurangnya pemahaman penduduk Kuba terhadap Islam. Apalagi media selalu menampilkan sisi buruk seperti serangan teroris.

Sehingga persepsi terhadap Muslim pun sudah banyak disalahkan. Hajjii Jamal tidak ingin membiarkannya. Jamal adalah seorang pengemudi taksi di Santiago. Sebelumnya ia adalah seorang Kristiani.

"Saya anggota gereja Baptist, saya tahu banyak soal kristiani," kata dia. Hidupnya berubah saat ia berkenalan dengan seorang Muslim Kuba. Mereka mulai banyak berdiskusi. Jamal kemudian diberi Alquran dan diminta membacanya.

Ia mengaku bisa melihat logika dan kemurnian di dalamnya. Sejak saat itulah ia tertarik pada Islam. Jamal menjadi mualaf pada 2009. Keputusan ini tidak mudah. Keluarganya menentang. Ia bahkan diusir.

Namun ibunya kemudian melunak. Ibu Jamal mulai mengundang teman-teman Muslimnya untuk makan bersama di rumah. "Ia masih belum terima Islam, tapi ia menerima Muslim dan menyiapkan makanan untuknya," kata Jamal.

Jamal adalah satu dari sekitar 100 Muslim di Santiago. Ia mencoba berinteraksi dengan otoritas dan populasi di Kuba. Ia memperlihatkan dirinya sebagai contoh Muslim yang sebenarnya.

"Kami mencoba menjadi contoh paling baik yang merepresentasikan Islam," kata Jamal. Ia mengatakan kebebasan beragama dihormati dalam Undang-Undang Kuba. Masalahnya kadang pada implementasi di masing-masing wilayah.

Shabana, istri Isa juga mengaku keluar rumah untuk memberi gambaran soal Islam. Banyak orang bertanya soal kerudung yang ia gunakan. Penduduk mau tidak mau beradaptasi dan mulai menghargai.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement