REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Seorang pemimpin kelompok oposisi Suriah mengatakan Rusia telah menunda pembicaraan untuk menghentikan konflik. Menurutnya, hal itu menjadi tanda bahwa tidak ada keseriusan dari sekutu pemerintah tersebut untuk mengakhiri situasi perang yang telah berlangsung selama lebih dari lima tahun di salah satu negara Timur Tengah itu.
Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia meluncurkan serangan intensif di wilayah timur Aleppo. Banyak wilayah yang dikuasai oleh oposisi telah direbut kembali.
Oposisi berencana melakukan pembicaraan dengan Rusia sebagai sekutu dekat Presiden Suriah bashar Al Assad. Dikatakan, mereka khawatir dengan kekalahan yang mungkin didapatkan atas Aleppo dan memutuskan untuk melakukan negosiasi.
Namun, pembicaraan yang dijadwalkan dilakukan di Ibu Kota Turki, Ankara nampaknya menjadi tanda keengganan Rusia. Oposisi mengatakan mereka tampak tak menginginkan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak dalam konflik Suriah.
"Rusia menunda pembicaraan dan kesepakatan. Tidak ada keseriusan sama sekali untuk mengakhiri konflik," ujar salah satu pemimpin oposisi itu dalam kondisi anonimitas.
Sebagian besar analisis mengatakan oposisi nampaknya diminta untuk mundur dan mengakui kekalahan mereka. Namun, hal itu mungkin dicapai apabila persyaratan telah dipenuhi oleh Pemerintah Suriah dan Rusia.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan dengan oposisi Suriah tak akan menghasilkan apapun. Tak ada lagi soulusi militer yang dapat dihasilkan untuk mengakhiri konflik.
"Tidak ada lagi solusi militer untuk konflik di Suriah," jelas Lavrov dalam konferensi pers di Roma, Italia.
Pembicaraan antara kelompok oposisi dan Rusia telah berlangsung selama dua pekan. Serangan intensif yang dilakukan Pemerintah Suriah dengan dukungan pesawat tempur Rusia menjadi peran kunci yang diyakini dapat memberi peluang besar bagi Assad untuk tetap memimpin negaranya.
Pemerintah Suriah telah mengatakan seluruh bagian di Aleppo akan direbut kembali. Oposisi diminta meninggalkan wilayah tersebut dengan damai dan amnesti akan diberikan. Namun, tidak bagi mereka yang terus melakukan perlawanan.