REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Badan Karantina Pertanian memusnahkan tanaman cabai yang merupakan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) berupa benih cabai ilegal. Bakteri tersebut merupakan OPTK A1 Golongan 1 (belum ada di Indonesia) dan tidak dapat diberikan perlakuan apapun selain eradikasi/ pemusnahan.
"Bakterinya erwinia chrysanthemi dapat menimbulkan kerusakan atau kegagalan produksi hingga mencapai 70 persen," ujar Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Antarjo Dikin, di Instalasi Karantina Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta, Kamis (8/12).
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, produksi cabai nasional tahun 2014 sebesar 1,075 juta ton dan estimasi harga cabai hari ini Rp 60 ribu per kilogram. Maka, potensi kerugian ekonomi produksi cabai dapat mencapai Rp 45,1 triliun.
Selain itu, bakteri ini, juga bisa menyerang dan menular pada tanaman-tanaman lain yang ada di Indonesia. Di antaranya bawang dan kentang. Antarjo menjelaskan penularan tersebut melalui sentuhan antar daun. Atau jika manusia menyentuh daun dari tumbuhan tersebut lalu menyentuh tumbuhan lain juga bisa tertular.
Antarjo memastikan, tanah yang sudah ditanami tanaman cabai mengandung bakteri itu masih aman untuk digunakan kembali. Ini karena, bakterinya hanya berada di daun.
Tanaman cabai dari Cina itu ditanam di lahan sekitar 4.000 meter persegi di kawasan perbukitan (kurang lebih 500 mdpl) di Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor.