REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Ratusan siswa MI Cipelah di Desa Desa Girimukti, Kecamatan Pasirkuda, Cianjur, Jabar, terpaksa menjalani proses belajar mengajar di bangunan sekolah yang rusak. Bahkan, ketika hujan turun deras sekolah terpaksa diliburkan karena ruang kelas tergenang air.
Sejak dibangun tahun 1953, hingga saat ini bangunan sekolah belum pernah mendapatkan perbaikan. Bahkan, tiga bangunan yang awalnya berdinding tembok saat ini hanya berdinding bambu yang sebagian besar mulai bolong dan atapnya bocor, sehingga ketika hujan turun ratusan siswa terpaksa dibubarkan.
"Kalau hujan turun deras saat belajar, terpaksa sekolah dibubarkan karena bagian atap sudah pada bocor, mungkin bisa disebut atap sekolah ini langit. Kalau dua ruang kelas lainnya masih bisa dibilang bagus karena mendapat bantuan dari DAK tahun 1990, sedangkan tiga ruang kelas lainnya masih dipaksakan untuk dipakai," kata Kepala Sekolah MI Cipelah, Aisah saat dihubungi, Rabu (14/12).
Dia menuturkan, minimnya ruang kelas dengan jumlah siswa sebanyak 122 orang, membuat pihaknya tetap memakai tiga ruang kelas yang sudah jauh dari kata layak untuk menjalani proses belajar mengajar itu. Pasalnya, selama ini dua ruang kelas yang masih layak, sudah disekat untuk digunakan secara bersama, di mana salah satunya untuk ruang guru.
"Tahun 2014, ruang salah satu ruang kelas yang rusak pernah direnovasi ala kadarnya dari dana patungan orang tua murid, dananya hanya cukup menutup dinding yang roboh dengan bilik bambu. Selama ini kami telah berkali-kali mengajukan permohonan perbaikan, namun belum mendapat jawaban," katanya.
Meskipun memiliki keterbatasan dalam bangunan sekolah, kata dia, tidak mengurangi semangat lima orang guru dan ratusan siswa untuk menjalani proses belajar mengajar. Sebagian besar siswa mengaku tetap konsentrasi mengejar cita-cita dan berprestasi layaknya siswa lain yang memiliki bangunan sekolah bagus.
"Banyak lulusan MI Cipelah yang diterima di SMP Negeri dengan nilai di atas rata-rata, meskipun sarana penunjang pendidikan mereka minim, namun prestasi mereka cukup membanggakan. Harapan kami ada perhatian dari pemerintah karena setiap tahun puluhan siswa baru masuk ke sekolah ini," katanya.
Sementara, seorang siswa bernama Lina Karlina (11 tahun) mengatakan, meskipun tidak memiliki kelas yang layak seperti sekolah lain di wilayah tersebut, tidak mengurangi niatnya untuk menamatkan sekolah. Pasalnya, sekolah lain jaraknya jauh dari kampungnya. "Kalau takut pasti ada terutama saat hujan turun, takutnya langit-langit kelas ambruk dan buku basah. Harapan kami dapat menjalani proses belajar dengan tenang layaknya siswa lain yang memiliki kelas permanen," katanya.