REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memerlukan waktu enam bulan untuk memutuskan menerima atau menolak pemakzulan Presiden Park Geun-hye. Pada Jumat (9/13) lalu parlemen Korea Selatan telah memutuskan melakukan pemakzulan dan mengajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk diproses lebih lanjut.
"Jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan pemakzulan, pemilu Presiden akan diselenggarakan dalam dua bulan setelah keputusan itu," ujar juru bicara Pemerintah Korea Selatan, Cho Yoon-sun dalam pernyataan resmi yang diterima Republika.co.id, Rabu (14/12).
Setelah Park lengser, Perdana Menteri Korea Selatan Hwang Kyo-ahn akan menggantikan posisinya sebagai Presiden. Hwang akan memimpin Dewan Keamanan Nasional dan menyelenggarakan pertemuan dengan anggota kabinet untuk menyelesaikan masalah-masalah penting yang sempat tertunda.
"Ia akan mengawasi keadaan negara dengan cermat untuk memastikan Republik Korea memiliki keamanan nasional yang kuat, memiliki kebijakan luar negeri yang sesuai, dan memiliki kestabilan ekonomi serta pasar valuta asing," ujarnya.
Setelah isu pemakzulan Park mulai bergulir, PM Hwang segera memberikan instruksi darurat terhadap menteri-menteri soal diplomasi dan terhadap angkatan bersenjata terkait keamanan. Kementerian Pertahanan Nasional Korea Selatan juga langsung menyelenggarakan pertemuan dengan komandan-komandan tertinggi setiap divisi.
Pemerintah Korea Selatan masih menjadikan pertahanan perairan sebagai prioritas utama, sejak Korea Utara terus melakukan uji coba dan provokasi nuklir. Korea Selatan tetap akan mengutamakan keamanan bangsa dengan cara menjalin komunikasi dan kerja sama dengan masyarakat internasinal.
"Kementerian Luar Negeri mengundang sejumlah duta besar dari negara-negara utama untuk menjelaskan tidak akan ada perubahan fundamental dalam kebijakan diplomasi Pemerintahan Korea (pascapemakzulan)," jelas Cho.