Jumat 23 Dec 2016 13:03 WIB

Tiga Alasan Kebijakan Bebas Visa Harus Dicabut

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Visa
Foto: ABCNews
Visa

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Pemerintah diminta segera mengevaluasi dan menghentikan kebijakan bebas visa bagi warga negara asing (WNA) ke Indonesia. Kebijakan itu dinilai telah menimbulkan keresahan bagi sebagian masyarakat. Apalagi, pada hari-hari belakangan ini semakin banyak TKA yang menyalahgunakan visa masuk tersebut untuk bekerja.

"Fakta ini sebetulnya tidak bisa dibantah begitu saja. Kemenaker, imigrasi, dan kepolisian telah banyak melakukan penangkapan. Pemerintah harus sungguh-sungguh menyelesaikan masalah ini," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay, Jumat (23/12).

Dia menyebut ada beberapa alasan mengapa kebijakan bebas visa itu harus dicabut. Pertama, tujuan bebas visa untuk menaikkan kunjungan wisatawan mancanegara terbukti tidak berhasil. Data resmi yang dimiliki pihak imigrasi menunjukkan bahwa kunjungan orang asing ke Indonesia 2016 terbukti menurun dibandingkan tahun lalu. Tercatat bahwa 2015 jumlah kunjungan WNA adalah 8.526.490 orang. Sementara tahun 2016 ini menurun menjadi 8.278.819. Itu artinya ada penurunan.

Kedua, kebijakan bebas visa telah menghilangkan potensi penghasilan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 1,3 triliun. Dengan kebijakan bebas visa, penerimaan negara dari biaya penerbitan visa reguler dan on arrival menjadi hilang.

Ketiga, kemampuan pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap WNA yang masuk ke Indonesia belum maksimal. Akibatnya, kata Saleh, ada banyak temuan yang menunjukkan visa kunjungan wisata digunakan untuk kerja. Begitu juga, koordinasi antar kementerian lembaga terkait dinilai belum berjalan dengan baik.

Dia meminta pemerintah lebih fokus menciptakan lapangan kerja bagi WNI. "Karena itu, investasi asing yang masuk semestinya dimaksimalkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi WNI. Dengan begitu, pengiriman TKI ke luar negeri bisa diminimalisir," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement