REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tidak ada ruang bagi kemerdekaan Hong Kong dalam perjanjian 'satu negara, dua sistem' di mana Beijing memerintah bekas koloni Inggris itu, tetapi bisa ada toleransi bagi perbedaan-perbedaan dalam sistemnya, kata seorang pejabat senior Cina.
Para pemimpin Cina semakin mencemaskan gerakan kemerdekaan di Hong Kong, yang kembali ke tangan pemerintah Cina pada 1997 dengan janji otonomi yang dikenal dengan prinsip 'satu negara, dua sistem', dan protes-protes yang terjadi baru-baru ini di kota tersebut.
Kepala Kantor Urusan Hong Kong Makau Cina Wang Guangya mengatakan kepada The Bauhinia, majalah Hong Kong pro-Beijing, berdasarkan 'satu negara, dua sistem' sesungguhnya sama sekali tidak ada ruang bagi kemerdekaan Hong Kong, dalam komentarnya yang disiarkan harian Partai Komunis Cina, People's Daily pada Sabtu (31/12).
"Hong Kong adalah bagian tak terpisahkan dari negeri ini, dan kemerdekaan Hong Kong tidak diizinkan dalam situasi apa pun. Inilah inti yang tak dapat disentuh dalam 'satu negara, dua sistem'.Kau tidak berharap semuanya seperti kapal siap berlayar," kata Wang.
"Pemerintah pusat memiliki keyakinan dan kesabaran dengan Hongkong. Sepanjang prinsip 'satu negara' tidak rusak, perbedaan-perbedaan dalam 'dua sistem' mutlak bisa ditoleransi dan dihormati," tambahnya sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.
Parlemen Cina bulan lalu membuat interpretasi yang jarang dilakukan mengenai Hukum Dasar, konsitusi mini Hong Kong, yang secara efektif melarang anggota parlemen pro-kemerdekaan menjabat di sana, demikian Antara News.