REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik LIPI, Syafuan Rozi mengatakan, tidak tepat jika pemerintah menyebut alasan kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB karena inflasi. Seharunya, kata Syafuan, pemerintah menghitung dulu kekurangan dana untuk sektor transportasi dan upaya perbaikannya.
Setelah angka dari kekurangan tersebut sudah diketahui, menurut Syafuan, pemerintah bisa melangkah ke kebijakan menaikkan tarif yang proporsional dengan kebutuhan. Dengan begitu, masyarakat dapat menerima kenaikan tersebut.
“Pembayar diharapkan ikhlas dengan kenaikan tersebut karena ada transparansi dan inovasi yang akan dilakukan negara,” ujar Syafuan kepada Republika.co.id, Kamis (5/1).
Di samping itu, lanjutnya, pemerintah juga perlu mengambil contoh dari negara tertentu sebagai pembanding dalam pengelolaan transportasi dan industri otomotif nasional. Sehingga manajemen perpajakan terkait keuangan bisa diharapkan dapat dikelola secara transparan.
Setelah itu, kebijakan baru diuji ke publik dan rapat bersama dengan DPR. Sehingga menghasilkan kebijakan yang rasional dan komperehensif. “Bukan inkremental dan kesannya dadakan,” Syafuan menegaskan.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB. Rencana itu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang tertanggal 6 Desember. PP ini akan mulai berlaku pada 6 Januari 2017.