REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Polmark Indonesia Eep Saefulloh Fatah mengomentari beragamnya hasil sejumlah lembaga survei terkait Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurut dia, perbedaan hasil jajak pendapat yang diumumkan lembaga-lembaga survei tidak bisa dilepaskan dari persoalan metodologi dan teknik pengumpulan data yang mereka gunakan.
Selain itu, hubungan yang dijalin lembaga survei dengan salah satu kandidat yang berkompetisi di Pilkada DKI juga dinilainya turut memengaruhi cara kerja mereka dalam melakukan kegiatan survei.
"Kita tidak usah menutup-nutupi bahwa setiap lembaga survei yang ada di Jakarta memiliki keterkaitan kerja sama dengan salah paslon yang bertarung di Pilkada DKI. Polmark Indonesia pun saat ini juga merupakan konsultan politik dari salah satu paslon di Pilkada DKI," ucapnya, Kamis (19/1).
Hasil survei yang dilakukan Polmark Indonesia pada 6-12 Januari mengungkap, elektabilitas Anies-Sandi berada di urutan teratas dengan perolehan dukungan 25,3 persen suara responden. Selanjutnya disusul oleh pasangan Agus-Sylvi sebesar 23,9 persen suara.
Elektabilitas pasangan pejawat Basuki T Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat (Ahok-Djarot) berada di posisi buncit dengan raihan 20,4 persen suara. Adapun jumlah responden yang merahasiakan pilihannya sebanyak 23 persen, dan yang tidak menjawab 7,4 persen.
Sementara, hasil survei LSI Denny JA pada 5-11 Januari lalu justru menunjukkan temuan yang sebaliknya. Menurut lembaga itu, elektabilitas pasangan calon nomor urut satu Agus-Sylvi saat ini masih memimpin dengan perolehan dukungan sebesar 36,7 persen suara pemilih.
Selanjutnya disusul oleh pasangan kandidat nomor dua Ahok-Djarot dengan 32,6 persen suara. Posisi buncit ditempati pasangan Anies-Sandi dengan dukungan 21,4 persen suara. Adapun pemilih yang tidak menjawab atau belum menentukan pilihannya sebanyak 9,3 persen.