Jumat 20 Jan 2017 18:45 WIB

UNESCO Gelar Pameran Budaya Indonesia-Afghanistan

Wisatawan memotret matahari terbit dari Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tenngah.
Foto: Antara
Wisatawan memotret matahari terbit dari Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tenngah.

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- UNESCO Jakarta bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar pameran berjudul "Simpang Budaya: Bamiyan dan dan Borobudur" di Museum Karmawibhangga kompleks Candi Borobudur Kabupaten Magelang.

Pameran yang dibuka pada Jumat (20/1) itu bertujuan untuk mempromosikan dialog antarbudaya, perdamaian dan saling pengertian antara masyarakat Indonesia dan Afghanistan dengan memanfaatkan potensi Situs Warisan Dunia UNESCO di masing-masing negara yakni Borobudur di Indonesia dan Bamiyan di Afganistan.

Pameran dibuka oleh Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto serta Kepala Unit Kebudayaan UNESCO Jakarta Bernards Alens Zako.

Pameran berupa foto-foto dan catatan serta dokumen berlangsung pada 20 Januari-2 Februari 2017.

Hadir dalam pembukaan pameran tersebut antara lain Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo serta Direktur Pemasaran dan Kerja Sama Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, Ricky SP Siahaan.

"Tujuan pameran ini untuk mempromosikan perdamaian dan dialog budaya antara Indonesia dengan Afghanistan melalui peningkatan kemampuan ahli-ahli terkait di kedua negara," kata Harry Widianto.

Selain itu, tujuan pameran adalah memperkuat interpretasi dan pengembangan cagar budaya serta museum yang dimiliki warisan dunia, dalam hal ini adalah Bumiyan di Afghanistan dan Borobudur di Indonesia.

Harry menyebut kini tengah terjadi penghancuran warisan dunia, seperti di Afghanistan ketika perang dulu dan konflik yang terjadi di Suriah. "Ini merupakan kerugian yang luar biasa," ujarnya.

Ia menuturkan Afghanistan merupakan negara Islam, sedangkan Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam. Namun di kedua negara juga ada situs Buddha. Untuk itu, pemerintah berupaya untuk memberikan toleransi bahwa apa yang terjadi di Afghanistan dan Suriah sekarang ini agar jangan sampai terjadi di Indonesia.

"Ini kita menunjukkan kepada dunia bahwa walaupun kita berbeda agama dan dalam hal kebudayaan, tetapi tetap melestarikan. Jangan sampai warisan ini menjadikan sesuatu kemudian terinduksi secara fisik maupun informasinya," katanya.

Ia menyebutkan sejauh ini di Indonesia ada sekitar 90.000 situs sudah diiventarisir atau terdaftar.

Kemudian ada sekitar 1.000 situs sudah ditetapkan dengan UU No 5 tahun 1992 sebagai cagar budaya. "Sekarang ditetapkan dengan UU nomor 11 tahun 2004 melalui kajian tim ahli cagar budaya itu ada 64 situs, termasuk Borobudur," katanya.

Kepala Unit Kebudayaan UNESCO Jakarta Bernards Alens Zako mengatakan inisiatif dari pameran Simpang Budaya: Bamiyan dan Borobudur berawal dari kedekatan hubungan kerja antara Indonesia dan Afghanistan.

Menurut dia pameran serupa sebelumnya telah berlangsung di Museum Nasional Afghanistan di Kabul, kemudian di Museum Nasional di Jakarta. Selanjutnya dilangsungkan di Atrium Galeria Mal Yogyakarta dan terakhir di Museum Karmawibhangga kompleks Taman Wisata Candi Bobudur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement