REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tata letak bangunan Masjid Al Furqon rupanya mengikuti filosofi konsep Bandara Soetta. Jika pada awal pembangunannya, Bandara Soetta menerapkan konsep terminal di dalam taman maka Masjid Al Furqon mengusung konsep masjid di dalam taman. Lebih dari 50 persen luas lahan digunakan untuk taman.
Taman menjadi bagian penting di masjid ini. Pada bagian kiri dan belakang masjid terdapat dua buah taman yang mengapit bangun an utama. Taman di sebelah kiri dilengkapi dengan kolam air mancur berdiameter sekitar 10 meter. Air yang meng alir ke ko lam ini berasal dari kolam air terjun buatan yang letaknya lebih tinggi. Sebuah taman lain di ba gian belakang masjid juga dileng kapi air mancur dan kolam buatan.
kedua kolam ini selain menonjolkan keindahan juga dibuat untuk menciptakan suasana sejuk di lingkungan masjid. Maklum saja, kawasan bandara biasanya panas dan gersang.
Sekitar tahun 1997, taman-taman di sekitar Masjid Al Furqon bahkan dihuni oleh binatang-binatang langka yang merupakan sumbangan dari pihak imigrasi bandara. Binatang langka itu, an tara lain, orang utan, elang, belibis, dan kakak tua. Namun, karena hewan-hewan itu termasuk hewan yang dilindungi maka mereka di kembalikan ke habitatnya ataupun dipindahkan ke kebun binatang.
Untuk tanaman, taman ini diisi oleh ba nyak pohon buah. Mulai dari pohon rambutan, jeruk bali, mangga, anggur, hingga kurma. Pohon asam dan belimbing sayur juga ada. Untuk memperindah gaya taman, ditanam pula pohon cemara, beringin, dan pucuk merah.
Begitu masuk halaman masjid, jamaah sudah disuguhi goresan kaligrafi indah di bagian pinggir atap masjid. Melangkah masuk masjid, jumlah kaligrafi semakin banyak.
Di bagian dalam masjid, kaligrafi menghiasi pinggiran dinding yang menempel pada langitlangit sehingga terkesan menjadi pembatas di sisi atas dinding. Tak hanya itu, pilar-pilar yang menjadi penyangga ruang pun tampil indah dengan hiasan kaligrafi.
Untuk menggarapnya, Al Furqon mendatangkan tiga seniman kaligrafi asal Rawa Burung, Teluk Naga, sebuah kawasan yang lokasinya tak jauh dari Masjid Al Furqon. Setelah 15 tahun berdiri, masjid ini tetap mempertahankan jasa dua seniman kaligrafi itu. Mereka bertugas merawat kaligrafikaligrafi yang sudah ada maupun menambah kaligrafi pada bagian lain masjid.
Di bagian dalam bangunan utama terdapat sebuah mihrab unik. Tidak seperti mihrab lainnya yang terbuat dari kayu jati, mihrab Masjid Al Furqon berbahan dasar rotan 100 persen. Tampil dengan balutan warna cokelat, mihrab ini memiliki mimbar yang bagian atasnya ditutup oleh sebentuk kubah. Mihrab ini, kata Mubiarto, merupakan sumbangan dari seorang pengusaha asal Makassar.
Beralih ke tempat wudhu, dinding tempat wudhu menumbuhkan atmosfer kontemporer yang berbeda. Terletak di bagian kiri belakang masjid, tempat wudhu ini bernuansa papan catur. Keramik atau ubin yang digunakan untuk membalut dindingnya merupakan kombinasi warna hitam dan putih yang disusun teratur seperti papan catur.