REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hariadi, menilai materi pertanyaan yang diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak netral dalam debat pilkada DKI kedua kemarin. Hariadi menilai, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun bersifat negatif, terlebih dalam debat ini terdapat pasangan pejawat yang menjadi salah satu kandidat gubernur DKI.
"Menurut saya, pertanyaan KPU itu justru merugikan incumbent. Tidak ada pertanyaan yang netral menurut saya, KPU not fair, dari pertanyaannya gak fair," kata Hariadi saat dihubungi, Ahad (29/1).
Ia mengatakan, untuk mengkritisi kebijakan yang ada, pertanyaan yang diajukan tidaklah harus bersifat negatif kepada pasangan pejawat. Sayangnya, kata dia, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam debat pilkada DKI kedua kemarin, dinilainya bernada negatif dan tak netral.
"Karena kalau kita ingin mengkritisi kebijakan yang ada tidak harus mengajukan pertanyaan negatif ke incumbent. Semua pertanyaan negatif. Tipe pertanyaan semuanya negatif terhadap keadaan yang ada. Itu tidak cukup fair, apalagi ada incumbent," jelas dia.
Selain itu, ia juga menilai kompetisi dalam debat pilkada DKI kedua ini tak tampak secara substansi. Masyarakat tidak dapat mendalami perbedaan masing-masing pasangan calon dalam menyelesaikan masalah yang sama. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan debat pilkada pertama.
"Yang pertama, satu pertanyaan diajukan untuk semua pasangan calon sehingga orang tahu perbedaannya. Kalau kedua, masing-masing pasangan calon hanya ditanyai sesuai dengan visi misi. Sehingga kita tidak tahu perbedaan cara mendalami satu masalah antara paslon satu dengan yang lain, jadi tidak bisa dibandingkan," kata Hariadi.
Debat kedua cagub-cawagub DKI Jakarta ini digelar di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (27/1). Dalam debat ini, KPUD mengangkat tema reformasi birokrasi, pelayanan publik dan tata kota.