REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing bangsa mulai dari gerakan anti pungli, debirokratisasi, deregulasi, peningkatan akses pembiayaan, dan peningkatan pelayanan publik yang semakin masif melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental di pemerintahan, khususnya dalam membangun Indonesia Melayani, Tertib, Mandiri, Bersih, dan Bersatu.
“Peran Perguruan Tinggi sangat strategis, sebagai pusat riset dan inovasi, yang dapat berkontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia yang berdaya saing," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani saat menjadi panelis di Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2017 dengan tema “Mewujudkan Amanat Konstitusi Pendidikan Nasional Melalui Peningkatan Anggaran Untuk Kualitas Riset dan Inovasi Perguruan Tinggi” di Jakarta, Kamis (2/2).
Dalam paparannya, Menko PMK mengungkap salah satu permasalahan dalam mengembangkan riset dan inovasi, baik melalui Perguruan Tinggi maupun melalui Badan Riset adalah masih terbatasnya alokasi anggaran untuk belanja riset.
Berdasarkan data, anggaran riset Indonesia hanya sebesar 0,09 persen dari PDB Nasional. Sementara Malaysia sudah mencapai 0,39 persen, Vietnam 1,1 persen, Singapura bahkan mencapai 2 persen. Sedangkan UNESCO merekomendasikan bahwa anggaran belanja riset suatu negara idealnya tidak kurang dari 2 persen PDB.
Menko menjelaskan alokasi anggaran riset yang meski masih terbatas tersebut harus digunakan secara efektif dan efisien. Untuk itu, pembangunan penelitian dan penerapan Iptek harus memiliki prioritas dan fokus, memiliki tahapan dan target yang jelas.
“Saya telah meminta kepada Menteri Ristekdikti agar menyusun rancangan tentang arah, strategi dan target pengembangan riset dan inovasi ke depan. Rancangan tersebut diharapkan dapat membantu kita dalam pengembangan riset yang efektif dan efisien,” tegas Menko PMK.
Menko PMK mengungkapkan bahwa Rancangan Rencana Induk Riset Nasional (R.I.R.N) 2015-2045 telah disusun hingga tahapan akhir. Rancangan ini perlu segera difinalkan bersama seluruh pemangku kepentingan, dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan perundangan.
Di samping itu, perlu juga diperkuat kemitraan antara Perguruan Tinggi, Lembaga/Badan Riset, dan Industri. “Pemerintah akan turut menciptakan iklim yang kondusif dalam membangun kemitraan ini,” tegasnya.
Lebih lanjut Menko PMK menjelasakan bahwa dengan strategi pembangunan saat ini, yaitu membangun dari pinggiran untuk pemerataan kesejahteraan rakyat, maka salah satu peranan riset dan inovasi perguruan tinggi yang dapat berkontribusi secara langsung adalah dengan mengembangkan teknologi tepat guna, yang dibutuhkan dalam menggerakan pembangunan desa.
Menko PMK menambahkan bahwa alokasi anggaran dana desa yang semakin meningkat setiap tahun (2015: Rp20,8T --- 2016: Rp46,98 T --- 2017: Rp 60 T), perlu dibantu dan diperkuat dengan teknologi tepat guna, yang dapat mempercepat potensi lokal untuk berkembang. Di tingkat desa, teknologi yang sangat dibutuhkan menyangkut pengolahan pertanian, perikanan, perkebunan, energi, transportasi, teknologi informasi, dan industri skala kecil.
“Saat saya ke Boyolali kemarin mendampingi Presiden Joko Widodo, banyak sekali SMK yang telah mampu membuat peralatan-peralatan berteknologi maju yang juga dibutuhkan kalangan industri. Saya harap universitas lebih maju dan mampu mewujudkan hal serupa, sesuai dengan yang diinginkan industri. Untuk itu, kita harus fokus menetapkan dan menghadirkan peralatan berteknologi tinggi namun sejalan dengan kebutuhan saat ini dan jangka panjang. Marilah kita bergotong royong, bekerja bersama demi memajukan bangsa Indonesia," papar Menko PMK.
Diakhir paparannya, Menko PMK berharap agar Konferensi Forum Rektor Indonesia mampu hasilkan formula riset dan inovasi sebagai kontribusi untuk percepatan pembangunan nasional di masa mendatang.