REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly meminta penjadwalan ulang soal pemeriksaan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el). Menurut jadwal pemeriksaan yang dikeluarkan KPK, Yasonna seharusnya diperiksa sebagai saksi dengan tersangka Sugiharto di gedung KPK, Jumat (3/2).
"Oh saya minta ditunda karena kemarin baru terima suratnya, dan saya hari ini juga ada rapat terbatas di Istana Negara," kata Yasonna di gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat.
Soal pemeriksaan itu, Yasonna mengatakan kemungkinan terkait keputusan soal pembahasan KTP-el saat ia menjadi anggota Komisi II DPR RI.
"Ini kan mungkin bagaimana keputusan di DPR waktu itu, saya kan anggota Komisi II. Mungkin saja proses penetapan kebijakan seperti apa, mengapa harus namanya KTP-el, mengapa harus memakai satu sistem yang nomor induk ini, mengapa harus anggarannya sebesar itu. Karena itu keputusannya di Komisi II," kata Yasonna.
Yasonna diketahui pernah duduk sebagai anggota DPR RI di Komisi II periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Selain Yasonna, KPK pada Jumat ini, juga memanggil mantan Ketua DPR RI Ade Komarudin, mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar periode 2009-2014 Chairuman Harahap yang juga pernah menjabat Ketua Komisi II DPR RI, dan anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Tamsil Linrung sebagai saksi juga dengan tersangka Sugiharto.
KPK sendiri menyatakan lebih dari 250 saksi sudah dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan soal kasus KTP-el. Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan direktur pengelola informasi administrasi kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP-el itu adalah Rp 2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun.