Rabu 08 Feb 2017 06:31 WIB

JPPR: Masa Tenang Harus Diantisipasi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
Tiga pasangan cagub DKI, Agus Harimurti-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anis Baswedan-Sandiaga Uno saat mengikuti debat cagub-cawagub DKI Jakarta ke-2 di Jakarta, Jumat (27/1) malam.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tiga pasangan cagub DKI, Agus Harimurti-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anis Baswedan-Sandiaga Uno saat mengikuti debat cagub-cawagub DKI Jakarta ke-2 di Jakarta, Jumat (27/1) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menuturkan perlu ada antisipasi pada sisa waktu menjelang hari pemungutan suara pada 15 Februari 2017. Ia memprediksi rapat umum dengan massa yang banyak dan masa tenang yang justru seringkali menjadi periode memengaruhi pemilih yang sesungguhnya.

"Dengan menggunakan tempat publik, maka aspek pertemuan antara pendukung pasangan calon atau dengan aksi lainnya sangat perlu diantisipasi," ujar dia dalam keterangan persnya, Selasa (7/2).

Pada akhir masa kampanye, Sabtu, 11 Februari 2017, tiap pasangan calon, pendukung dan kelompok masyarakat akan berusaha menunjukkan kekuatannya masing-masing. Daerah Pilkada akan menghangat diakhir masa kampanye tersebut.

Sebagai contoh, di Jakarta pada 11 Februari setidaknya terdapat jadwal rapat umum untuk pasangan calon Agus-Silvi, Pesta Rakyat yang akan dilakukan oleh pasangan calon Ahok-Djarot dan rencana Aksi Doa Bersama dari organisasi masyarakat.

Adapun, Masykurudin memaparkan, masa tenang adalah waktu di mana masyarakat pemilih mempelajari semua informasi terkait latar belakang pasangan calon, membandingkan dan menentukan pilihan. Catatan atas empat bulan mendengar dan menyaksikan gagasan tentang pembangunan daerah dari paslon, tentu akan dicermati pemilih di masa tenang.

"Namun seringkali masa tenang justru menjadi masa dari praktik kampanye yang sesungguhnya. Terjadi peningkatan suhu politik di masyarakat pemilih akibat dari persaingan intensif dari pasangan calon dan pendukungnya. Akan muncul potensi tindakan pelanggaran Pilkada yang meninggi mendekati pelaksanaan hari pemungutan suara," ujar dia.

Beberapa hal yang tentunya bisa muncul hingga harus diantisipasi, adalah ucapan intimidatif, ujaran kebencian dan saling serang dengan materi pemberitaan bohong (hoax). Selain itu, juga logistik pemungutan suara yang kerap bermasalah. Kemudian bahan dan alat peraga kampanye yang masih ada serta masih adanya politik uang.

"Semakin mendekati hari pemungutan, cara mempengaruhi pilihan masyarakat semakin beragam. Cara paling primitif dalam mempengaruhi pemilih adalah dengan cara memberi uang atau barang untuk mempengaruhi pilihan masyarakat. Semakin tinggi tensi persaingan, praktik transaksional semakin kuat," ucap dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement