REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemenpora melalui rapat kerja induk organisasi keolahragaan menghasilkan kesepakatan bahwa Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) akan dipimpin satu orang.
Rapat yang dibuka oleh Staf Ahli Bidang Sumberdaya Keolahragaan Kemenpora Tunas Dwidharto itu menghasilkan beberapa keputusan, antara lain menetapkan satu orang ketua umum KONI sekaligus merangkap ketua umum KOI dengan tetap menjalankan dua fungsi pembinaan prestasi dan fungsi fasilitasi.
"Kedua lembaga tersebut nantinya akan disatukan dengan nama baru dengan dua fungsi," ujar Tunas Dwidharto seperti dilansir tim media Kemenpora, Jakarta, Sabtu (4/7).
Selain itu, pemberdayaan secara maksimal induk organisasi cabang olahraga pengurus pusat (PP) atau pengurus besar (PB) sebagai penanggungjawab utama peningkatan prestasi olahraga juga perlu dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar olahraga yakni respect, excellence, friendship, dan fairplay.
Nantinya juga perlu dilakukan amandemen UU Nomor 3 Tahun 2005 untuk mengakomodasi putusan-putusan dalam raker tersebut. Adapun tujuan dari diadakannya raker, menurut Ketua Panitia Bustiana, adalah sebagai sentral pembinaan prestasi olahraga nasional yang belum dapat menjalankan tugas dan fungsinya.
"Organisasi yang kita undang ini adalah untuk memperlihatkan suatu organisasi yang belum maksimal tugas dan fungsinya dengan standar pengelolaan yang baik tingkat nasional. Hasil dari diskusi ini akan kita sampaikan kepada Menpora dan menunggu instruksi beliau selanjutnya," ujar Bustiana yang juga Kepala Bidang Organisasi Olahraga Rekreasi dan Pendidikan Kemenpora.
Di lain pihak, salah satu pengamat olahraga sekaligus mantan atlet renang nasional Richard Sambera justru menilai wacana penggabungan KONI dan KOI adalah kemunduran sistem keolahragaan nasional Indonesia.
"UU SKN lahir untuk memisahkan tupoksi dari KONI-KOI, yang satu tentang pembinaan atlet sedangkan satunya tentang event. Pertajam dan perjelas kembali tupoksi masing masing organisasi sampai detail. Harus ada check and balance biar tidak ada penumpukan kekuasaan di satu orang," ujarnya.
Ia pun menilai pembinaan olahraga justru berada di pengurus pusat atau pengurus besar atau klub dan ranting, bukan di KONI atau KOI. "PP atau PB lah yang nantinya melahirkan atlet-atlet, jadi penyatuan bukan solusi tetapi pendanaan, infrastruktur dan SDM-nya yang harus di-upgrade," kata Richard.