REPUBLIKA.CO.ID, Tinggal di negeri gurun pasir tak membuat Zahra Lari mengubur cita-citanya menjadi atlet //ice skating//. Muslimah asal Uni Emirat Arab ini menjadi perempuan pertama di negeri itu yang tampil dalam ajang ski es dunia.
Lari mungkin saja disangsikan kemampuannya. Ia tidak memulai pelatihan menjadi atlet ski profesional sampai ia berusia 12 tahun. Padahal rata-rata atlet di dunia ini telah mulai berlatih sejak usia tiga tahun.
Tetapi untuk Lari itu tak menjadi penting. Ia punya motivasinya sendiri. Perempuan berusia 20 tahun itu menjadi kontestan pertama dan satu-satunya yang memakai hijab.
"Saya ingin membuktikan bahwa saya tidak sekadar Muslimah yang menutup auratnya, tetapi juga seseorang dari padang pasir yang bisa berpartisipasi dalam olahraga musim dingin di Olimpiade Musim Dingin," katanya kepada Arabian Business bulan lalu.
Pada 2012, Lari menjadi sosok atlet ski es perempuan Teluk pertama yang berkompetisi di Piala Eropa. Selanjutnya pada Februari 2013, ia juga menjadi yang pertama yang mewakili UEA di Slowakia sebagai anggota resmi dari Persatuan Skating Internasional (ISU).
Tak berhenti sampai di situ, ia juga mengambil bagian dalam Sport Land Trophy di Budapest. Dalam turnamen itu, ia berkompetisi dengan 20 kontestan kelas dunia lainnya.
Memulai mimpinya setelah menonton film 'Ice Princess', Lari kini mengejar kesempatan mengikuti Olimpiade. Ia yang saat ini dikenal dengan sebutan Putri Es dalam Hijab itu kini tengah mengikuti pedoman ketat Piagam Olimpiade dan Federasi Internasional, ISU.
Dalam meraih cita-citanya itu, Lari juga akan perlu meraih hasil baik di kompetisi internasional ISU 2017. Ini adalah kesempatan terakhirnya untuk lolos. Lari berlatih enam jam sehari selama enam hari sepekan untuk memastikan dirinya siap.
Lari mengaku, ketika pertama kali mulai skating ia tak pernah bermimpi akan mencapai tahap ini. Rencana awalnya ia hanya ingin belajar bagaimana menguasai teknik ski dasar. "Ini tidak pernah benar-benar memasuki pikiran saya, bahwa saya akan melanjutkan untuk mempelajari berbagai spin teknis yang rumit atau melompat," jelas Lari.
Ketika disinggung soal hijabnya, ia mengaku, berseluncur di atas es sambil mengenakan hijab tak pernah menyulitkan. Orang-orang di sekitarnya pun selama ini mendukung dan memahami harapannya. "Hal yang paling sulit adalah ketika saya memiliki hari buruk. Tidak peduli apa yang saya lakukan tubuh saya hanya tak bisa bekerja sama," tutur Lari.
Ia menambahkan, jika nanti ia gagal memenuhi syarat Olimpiade 2018, ia terus akan mencoba agar berhasil di Olimpiade 2022. Ia memang tak bisa berharap levelnya akan sama denga pesaing-pesaingnya pada tahap ini. "Tapi saya merasa bahwa kami telah menutup kesenjangan dengan kecepatan luar biasa," ujar Lari.