REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi politik memang dibutuhkan. Namun bila buzzer politik digunakan untuk mempermalukan tokoh, hal tersebut dinilai lancang.
Ketua Umum PB Al Washliyah, Yusnar Yusuf Rangkuti, menyampaikan, bagi Al-Washliyah, assiyasah atau strategi politik amat dibutuhkan untuk membangun cita, contohnya propaganda. Namun demikian, apabila assiyasah digunakan untuk mempermalukan atau mempublikasikan kelemahan seseorang dengan tujuan menghancurkan komptensinya, itu tidak berakhlak atau suul akhlak.
''Apalagi yang di-buzzer itu adalah tokoh. Kata lain ini disebut lancang,'' ungkap Yusnar melalui pesan aplikasi daring, Rabu (22/2).
Soal perlu tidaknya fatwa buzzer ini, Al-Washliyah menilai tidak perlu. Karena ajaran akhlak sudah sempurna. Dari konteks sosiologi juga bisa jadi sesuatu yang berlebihan
''Kami mendorong pemerintah membuat aturan. Sebenarnya Polri sudah buat. Kalau imbauan tentang etika atau akhlak nampaknya kurang efektif,'' ungkap Yusnar.
Sebelumnya, PP Pemuda Muhammadiyah mendorong diterbitkannya fatwa haram buzzer politik dalam acara Tanwir Muhammadiyah dalam 24-27 Februari 2017 mendatang. Pemuda Muhammadiyah menilai pekerjaan sebagai buzzer politik dapat dikategorikan menjadi haram apabila menebar berita fitnah ataupun bohong sehingga menyebabkan stabilitas negeri terganggu.
Pekerjaan sebagai buzzer politik itu adalah pekerjaan haram yang sama dengan pengedar narkoba. Buzzer politik menciptakan fitnah, kebohongan, serta ujaran kebencian sehingga buzzer adalah pekerjaan yang tidak produktif.