REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) akan membentuk kerangka kebijakan untuk meningkatkan stabilitas keuangan syariah. Dewan eksekutif IMF telah mengadakan pembahasan mendalam dan menampung sejumlah usulan agar kebijakan tersebut dapat diterapkan dalam industri keuangan islam, termasuk saran-saran teknis dari regulator nasional.
Dilansir Reuters, Kamis (23/2), IMF mencatat perbankan syariah terus berkembang pesat dan diperkirakan memiliki aset global mencapai 2,84 triliun dolar AS dimana sebesar 1,3 triliun dolar AS dimiliki oleh bank umum syariah.
Saat ini sektor keuangan syariah memegang peranan yang sangat penting di 14 negara dan menyumbang panhgsa pasar sekitar 15 perse terhadap total keuangan aset. Negara tersebut diantaranya Iran, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Malaysia, dan Uni Emirat Arab.
IMF menyatakan, telah ada kemajuan yang signifikan dalam mengembangkan stnadar kehati-hatian untuk industri keuangan syariah. Namun, kesenjangan masih terlihat di beberapa bidang misalnya aturan deposito dan manajemen likuiditas.
Masih kurangnya aset likuid berkualitas tinggi telah menunrunkan kemampuan bank syariah dalam mengelola likuiditas dan mengembangkan pasar uang. Sementara itu, perhatian lain yakni terletak pada instrumen serta produk pembiayaan di industri perbankan syariah yang masih meniru sistem konvensional.
Praktik-praktik seperti ini menimbulkan perbedaan yang tipis antara regulasi perbankan konvensional dan syariah, sehingga dapat menciptakan potensi risiko baru yang kompleks serta meningkatkan kekhawatiran stabilitas keuangan.
Menurut IMF, hal tersebut bertentangan dengan konsep perbankan syariah yang bebas riba, gharar, dan maysir. Sebab sebagian aturan yang tidak konsisten telah membatasi pengembangan pembagian kontrak laba-rugi.
Oleh karena itu, IMF ingin mendorong agar ada konsistensi aturan industri keuangan syariah dengan mengembangkan panduan jelas tentang perbankan syariah. Hal ini juga akan mengabungkan standar regulasi keuangan Islam yang dikeluarkan oleh Islamic Finance Service Board yang berbasis di Malaysia pada 2018 mendatang.