REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TIMUR -- Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW), menanggapi pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menilai kebebasan demokrasi di Indonesia terlalu bebas. Menurut Jokowi, praktik demokrasi yang kebablasan ini membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrem.
Menurut Hidayat, demokrasi yang kebablasan itu jika menghalalkan segala cara guna mencapai tujuan tertentu. "Seperti Pak Ahok, datang ke Pulau Seribu sosialisasikan program perikanan, eh malah ngomong al-Maidah 51, itu kan kebablasan," ujar dia di Lombok Timur, NTB, Kamis (23/2).
Tak berhenti di situ, demokrasi kebablasan yang dilakukan calon gubernur DKI Jakarta tersebut juga kembali terulang tatkala prosesi serah terima jabatan usai cuti kampanye. HNW mempersoalkan pernyataan Ahok yang mengatakan memilih pemimpin berdasarkan agama merupakan hal yang berlawanan dengan konstitusi.
"Saya menolak itu, konstitusi mana yang dimaksud,'' katanya. ''Kalau konstitusi Indonesia, jelas tidak ada pasal di UU yang melarang orang memilih berdasarkan agama.''
Keyakinannya ini ia dasarkan pada kenyataan bahwa 90 persen kalangan non-Muslim pada Pilgub DKI Jakarta pun memilih pemimpin yang seagamanya. "Itu artinya, mereka memilih berdasarkan agama. Kalau mereka boleh, kenapa umat Islam enggak boleh," katanya menambahkan.
Selain berdasarkan agama, kriteria seorang pemimpin diikuti juga dengan sikap yang baik, antikorupsi, profesional, dan amanat terhadap rakyatnya.
Baca juga, Pemuda Muhammadiyah Tanggapi Pernyataan Jokowi Soal Demokrasi.