REPUBLIKA.CO.ID, BANGKA -- BPTB Provinsi Bangka-Belitung melakukan penelitian terkait lada putih untuk mengoptimalkan komoditas unggulan di kepulauan ini. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian, Kementerian Pertanian, Muhammad Syakir, mengatakan sebagian besar kebutuhan lada putih dunia dipasok oleh petani Indonesia.
Dalam kunjungan kerja Kementerian Pertanian bersama Komisi IV DPR RI di BPTP Provinsi Bangka Belitung, Desa Kace, Pangkal Pinang, M Syakir mengatakan harga lada putih di pasar dunia relatif tinggi. Produktivitas lada putih per hektare dengan teknologi yang ada saat ini dapat mencapai 3-3,5 ton per tahun.
"Sekitar 25 persen luasan lada di Indonesia ada di Bangka Belitung. Harganya sangat menarik, per kilo lada putih Rp 100 ribu - Rp 200 ribu. Kalau diolah dalam bentuk bubuk, sudah meningkat Rp 250 ribu," kata M Syakir di Bangka, Senin (27/2).
Menurut Syakir, petani bisa memperoleh keuntungan Rp 400 juta dari panen 3 - 3,5 ton lada per tahun. Satu hektare lahan rata-rata diisi 2000 batang lada, dengan biaya operasionalnya sekitar 160 juta. BPTP Prov Bangka-Belitung mengembangkan tiga jenis lada, termasuk lada perdu yang mampu berproduksi dalam waktu 3-4 bulan.
Syakir menjelaskan, lada perdu memungkinkan untuk dikembangkan di halaman rumah lewat media pot. Komoditas ini tidak memerlukan teknologi tinggi untuk penyimpanan. Lada bisa disimpan sampai 1-2 tahun, asalkan kondisi kadar air dan kelembaban di lokasi penyimpanan terjaga.
Ia mengungkapkan, hampir 80-90 persen kebutuhan lada putih dunia dipasok oleh para petani Indonesia. Hanya Indonesia yang memproduksi lada putih dalam skala besar di dunia. Rata-rata petani memproduksi lada hitam karena permintaan pasar untuk lada hitam lebih tinggi. Misalnya, India dan Vietnam. Di Indonesia, daerah penghasil lada hitam adalah Lampung.
Dikatakan Syakir, penelitian-penelitian lada banyak dikembangkan oleh BPTP Bangka Belitung karena komoditas ini merupakan produk unggulan di wilayah Bangka-Belitung. Pihaknya juga mengadakan riset untuk mengonverai lahan bekas tambang timah menjadi lahan pertanian.
"Karakteristik di Babel ini banyak bekas tambang. Kami sudah ada riset mengenai restorasi atau pengembangan eks tambang. Penelitian Balitbang memungkinkan melakukan restorasi bekas tambang timah, ditransformasi menjadi lahan terbuka untuk pertanian," ujar Syakir.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Babel Toni Batubara mengatakan, total ada 48 ribu hektare lahan lada, yang semuanya milik petani. Rata-rata satu kepala keluarga (KK) mempunyai satu hektare lada. Sekitar 50 persen lahannya berada di Bangka Selatan.
"Kami sudah ditetapkan menjadi kawasan lada nasional oleh Kementerian Pertanian. Tahun ini kami bantu pupuk untuk 750 hektare. Pupuk gratis dari pemda," ujar Toni Batubara.
Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, mengatakan masih ada dua kendala pokok dalam budidaya lada, di antaranya penyakit kuning dan mati batang busuk. Ia mendorong BPTP Provinsi Bangka Belitung mengembangkan penelitian agar masyarakat tidak dirugikan oleh penyakit itu. Ia juga meminta Kementerian Perdagangan membantu pemasaran lada pascapanen.
"Dengan adanya fluktuasi harga dunia, bagaimana menjaga supaya ini tetap menguntungkan bagi produsen, khususnya petani. Saya kira itu bisa dikomunikasikan kepada Kementerian Perdagangan untuk ekspornya atau pengepakan pascapanen. Itu saya kira yang bisa ditingkatkan lagi," ujar Viva Yoga.