REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Jarak yang dekat dari pusat pemerintahan bukan ukuran aktifitas sebuah sekolah akan berjalan lancar. Sudah banyak contoh, sekolah-sekolah yang dalam hitungan jarak bukan termasuk 'wilayah terpencil' namun kondisinya cukup memrihatinkan.
Salah satu sekolah dengan kondisi memrihatinkan tersebut adalah SDN Sukasari 01, di Kabupaten Bogor. Sekolah ini tepatnya berlokasi di kawasan tambang pasir, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Untuk menjangkau sekolah ini, medannya relatif sulit karena harus melewati jalan yang berlubang dan licin.
Di sekolah ini, sebagian besar muridnya belajar di emperan sekolah. Mengapa demikian? Sejak robohnya atap dan plafon bangunan sekolah ini dua tahun lalu, para pendidik di sekolah ini memilih memberikan materi ajar kepada siswanya di selasar sekolah, bukan di dalam ruang kelas. Alasannya, mereka khawatir siswa akan cidera karena atap ataupun plafon yang ringkih sewaktu-waktu bisa roboh.
Pihak sekolah mengaku sudah berkali-kali mengusulkan bantuan rehabilitasi sekolah dalam forum Musrenbang. Meski demikian, ikhtiar tersebut hingga saat ini belum ada tanda-tanda menggembirakannya.
Sekolah berharap melalui advokasi dari Komite Pemantau Legislatif (Kopel), sekolah ini bisa mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. Survei sekolah yang dilakukan Kopel Indonesia, merupakan bagian dari tahapan program Sekolah Aman yang diinisiasi dan didukung YAPPIKA dan Action-Aid.
Supriyanti, Kepala Sekolah SDN Sukasarai 01 menceritakan, ada tiga ruang kelas yang tidak bisa digunakan lagi untuk proses belajar mengajar dari tujuh ruang kelas yang ada. Ketiga ruang kelas yang rusak tersebut, merupakan bangunan lama yang dibangun sejak 1994 dan tidak pernah direnovasi.
Kerusakan yang dialami sekolah ini sudah berlangsung dua tahun. Satu dari tiga ruangan yang rusak tersebut untuk sementara masih digunakan sebagai ruang guru bila tidak terjadi hujan.
Sebetulnya, kondisi bangunan sekolah yang masih relatif bagus. Hanya sayang sekali, kondisi plafon dan atap sudah rusak parah. Pihak sekolah pun memilih menempatkan anak-anak belajar di emperan sekolah.
Siswa yang belajar di emperan itu adalah murid kelas 3 dan 4. Sekolah ini memiliki murid sebanyak 180 orang, terdiri atas 97 perempuan, dan 83 laki laki.
Para murid ini diajar oleh tujuh orang guru, yang terdiri atas dua PNS dan lima guru honorer. Supriyanti menceritakan, saat dia mulia menjadi Kepala Sekolah di sekolah itu, semua ruangan tersebut masih difungsikan. "Bulan Oktober 2014 saya jadi Kasek, namun sejak Mei 2015 ruangan tersebut tidak lagi digunakan. Karena kayu plafon mau jatuh dan saya tidak mau mengambil risiko, jika roboh saya juga yang disalahkan," katanya.
Kini Supriyanti mengaku setiap saat ditanya oleh muridnya kapan sekolah mereka akan direhab. Dia hanya bisa berharap, ada pihak yang bersedia memberikan bantuan ke sekolah tersebut, agar para siswanya bisa belajar normal seperti siswa sekolah lain pada umumnya.