Sabtu 11 Mar 2017 16:10 WIB

Baru Dua Orang Dijerat dalam KTP-El, ICW: Ini Bentuk Kehati-hatian KPK

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman (kanan) dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Kemendagri Sugiharto (kiri) menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman (kanan) dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Kemendagri Sugiharto (kiri) menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun menilai baru ditetapkannya dua orang dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el) sebagai bentuk kehati-hatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Padahal jika mengacu pada dakwaan persidangan, banyak nama yang ikut disebut menerima aliran uang harap sekitar Rp2,3 Triliun. Hal ini menurut Tama, karena KPK khawatir jika tidak mempunyai bukti yang cukup, akan lemah dalam proses pembuktian.

"Ini adalah bentuk kehati-hatian KPK karena KPK terakhir kalah di kasus Bupati Rokan Hulu. Tentu itu bukan hal yang sangat menggembirakan, tentu ke depan ini akan menjadi pelajaran bagi KPK untuk menyusun dakwaan," kata Tama di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (11/3).

Karena itu pula, dalam kasus KTP-el saat ini KPK tidak hanya sekadar mengejar dua nama terdakwa di kasus tersebut. Tetapi ada konstruksi besar yang ingin dibuka oleh KPK dalam kasus tersebut. Yakni terkait kejahatan korupsi dalam konteks penganggaran maupun konstruksi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.

"Jadi saya menilai, kalau pun baru dua nama yang diproses itu adalah bagian dari kehati-hatian, saya bukan melihat ini adalah sebuah upaya-upaya politik," ujarnya.

Meski demikian, Tama meyakini dua terdakwa saat ini juga bukanlah sebagai pelaku utama satu-satunya. Sehingga ia menilai jika permintaan juctice collaborator keduanya dikabulkan, maka akan menguntungkan penegak hukum.

"Menurut saya ini agak strategis, karena ini akan membongkar banyak hal. Tentu saja ketika kedua orang tersebut mendapatkan JC harus mengakui perbuatan dan harus mengembalikan kerugian negara kalau memang dia udah nerima, termasuk memberikan kesaksian kepada pihak lain yang diduga terlibat," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement