Rabu 15 Mar 2017 00:20 WIB

Perkembangan FKUB Diapresiasi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah tokoh agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menandatangani kesepakatan bersama untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan (Ilustrasi)
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Sejumlah tokoh agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menandatangani kesepakatan bersama untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai unsur yang berperan dalam kerukunan umat beragama, perkembangan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) diapresiasi. Hanya saja, data mengenai FKUB masih kurang diartikulasikan dengan baik.

Guru Besar UIN Jakarta Atho Mudzhar menjelaskan, dalam Laporan Tahunan Keagamaan Indonesia pada 2016 ada data bagus, tapi belum diartikulasikan. Salah satunya pertambahan FKUB dari hanya 10 FKUB provinsi dan 36 FKBU kabupaten kota, maka pada 2007 menajadi 34 FKUB provinsi dan 486 FKUB kabupaten kota.

"Kabupaten kota ada lebih dari 500. Sehingga hanya sedikit kabupaten atau kota saja yang belum memiliki FKUB. Ini perkembangan positif," kata Atho dalam peluncuran Laporan Tahunan Keagamaan 2016 di Jakarta, kemarin.

Perkembangan FKUB itu merupakan gambar struktur sosial pendukung kerukunan beragama di Indonesia yang perlu ditampilkan. Karena ini berarti kabupaten kota yang dulu resisten terhadap FKUB, kini menerima. "Ini keberhasilan masyarakat Indonesia untuk memberdayakan masyarakat dan pemuka agama untuk memelihara kerukunan umat beragama," kata Atho.

Dalam kaitan ini, FKUB lahir dari peraturan bersama dua menteri yakni Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri pada 2006 lalu. Salah satu faktor menjaga kerukunan umat beragama adalah harus ada kedekatan erat antara Kemenag dengan Kemendagri. "Karena kerukunan itu adanya di daerah dan daerah ada di bawah koordinasi Kemendagri," ungkap Atho.

FKUB berperan dalam memadamkan percikan api konflik di daerah karena begitu ada konflik FKUB segera berkoordinasi. Itu menunjukkan kebersamaan pemuka agama yang sebelum ada FKUB tidak terjadi. "Dulu tokoh lintas agama tidak pernah bertemu, sekarang mereka bisa koordinasi," kata dia.

Pada saat yang sama sekarang ada gejala lain. Ada daerah yang menyatakan rekomendasi rumah ibadah tidak perlu FKUB, cukup Kemenag. "Dengan itu,  FKUB dianggap menggerecoki proses. Tapi itu perlu kajian karena ini mendalam soal ini, apa benar demikian," ungkap Atho. Kerukunan itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi semua, termasuk masyarakat dan pemuka agama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement