REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kebijakan imigrasi Amerika Serikat (AS) yang telah direvisi oleh Presiden Donald Trump akan berlaku mulai Kamis (16/3). Meski demikian, hal ini masih menjadi perdebatan karena sejumlah negara bagian masih menentang aturan tersebut diberlakukan.
Sebelumnya, kebijakan imigrasi AS pertama kali dikeluarkan oleh Trump melalui perintah ekekutif yang ditandatangani pada Januari lalu. Aturan di dalamnya dinilai kontroversial, yaitu melarang warga dari tujuh negara mayoritas Muslim datang ke Negeri Paman Sam.
Tujuh negara mayoritas Muslim itu adalah Irak, Iran, Somalia, Suriah, Sudan, Libya, dan Yaman. Dalam kebijakan yang telah direvisi, larangan itu tetap berlaku dengan menghapus Irak dari daftar dengan alasan pemeriksaan visa dari pemerintah negara itu telah dilakukan, bersama dengan pemberian data secara menyeluruh.
Hingga saat ini, upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan federal dari negara-negara bagian diantaranya Washington, New York, Oregon, Hawaii, California, Maryland, dan Massachusetts masih dilakukan untuk mencabut kebijakan imigrasi itu. Aturan dalam kebijakan itu dinilai tetap memiliki sebuah 'motivasi' ilegal dan secara jelas tetap diskriminatif.
Selain itu, negara-negara bagian itu juga berpendapat larangan yang dikeluarkan Trump hanya akan merugikan perekonomian wilayah mereka. Salah satunya adalah karena banyak mahasiswa yang berasal dari Timur Tengah tidak dapat datang ke AS.
Meski demikian, Pemerintah AS bersikeras bahwa kebijakan itu sepenuhnya berfokus menghadapi ancaman keamanan nasional. Khususnya untuk mencegah teroris dari negara-negara yang berada dalam daftar tersebut.