Kamis 16 Mar 2017 21:57 WIB

Gamawan Sebut DPR Usulkan Ubah Anggaran KTP-El

Red: Ilham
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi proyek KTP-el di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi proyek KTP-el di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengatakan, Komisi II DPR RI periode 2009-2014 mengusulkan perubahan sumber anggaran proyek pengadaan KTP elektronik dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi bersumber APBN. (Baca: Kronologi Pembagian Jatah Megakorupsi KTP-El).

"DPR minta supaya diupayakan dengan anggaran APBN murni karena sebelumnya ada PHLN," kata Gamawan saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus proyek KTP-E di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3).

Gamawan mengaku perubahan anggaran KTP-el ini dibahas dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR RI. Mantan Mendagri ini mengaku dalam pengadaan proyek KTP-el ini pihaknya sudah meminta bantuan KPK untuk mengawal penganggarannya.

Gamawan mengungkapkan, KPK menyarankan proyek tersebut untuk dikawal oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). "Saya minta Sekjen bersurat ke LKPP dan BPKP minta dikawal, didampingi istilahnya," ucapnya.

Gamawan mengungkapkan, pihaknya juga meminta LKPP untuk mengawal lelang elektronik proyek tersebut. Namun di tengah jalan terjadi perbedaan pendapat dengan Pejabat Pembuat Komitmen. "Karena antar-lembaga, PPK dan LKPP beda, bukan kewenangan saya. Saya suratkan ke Wakil Presiden," ungkap Gamawan.

Selanjutnya, dibentuk tim yang dibentuk oleh Wakil Presiden untuk memediasi perbedaan LKPP dan PPK. Akhirnya, Gamawan merasa persoalan tersebut sudah selesai.

Gamawan mengaku bahwa dirinya tidak pernah mendengar adanya mark-up atau pengelembungan dari laporan pejabat pembuat komitmen (PPK) dan ketua panitia pengadaan. "Saya tidak tahu tentang itu, karena yang saya tahu itu yang dilaporkan saja. Saya tanya tender ada banyak vendor bilang tidak ada yang di bawah Rp 7 triliun, saya tanya ini yang tender ini baru dibilang Rp 5,9 triliun dan logikanya ya saya tanda tangan. Saya minta pengawasan oleh BPKP, KPK, Polri, Kejaksaan," tuturnya.

Gamawan juga mengaku bahwa target jumlah pengadaan KTP-el yang tidak tercapai, karena terhambat kondisi infrastruktur dan kemauan warga untuk merekam data diri. "Kata Pak Dirjen waktu itu perekaman ada yang offline, ada yang online. Misalnya, di balik-balik bukit, di pulau-pulau tidak bisa online karena tidak ada listrik. Sekarang mungkin sudah tercapai 172 juta," ungkap Gamawan.

Gamawan dihadirkan dengan lima saksi lainnya yang hadir atas dua terdakwa, yakni Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dalam proyek KTP-el. Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.

Atas perbuatannya dalam kasus KTP-el itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement