REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fawzi Ibrahim terlihat semringah. Ia bersuka cita setelah jagung yang ditanam dan dirawatnya beberapa waktu belakangan berhasil dipanen. Jagung-jagung tersebut sangat bararti baginya, terlebih bila mengingat rintangan dan perjuangan yang telah dilaluinya sebelum masa panen tiba.
Ibrahim adalah satu di antara banyak petani Palestina yang harus berjuang mati-matian hanya untuk bertani. Selama bertahun-tahun, warga Israel yang tinggal tak jauh dari tempatnya, selalu memburu traktor miliknya ketika melintas. Tak hanya itu, warga Israel juga kerap mengancam akan membakar ladang miliknya.
Selama ini, Ibrahim harus rutin menjalin koordinasi dengan tentara Israel bila masih ingin bertani. Sebab ladangnya berada di zona keamanan yang berbatasan langsung dengan pos-pos Israel. Terkadang juga harus menunggu izin dari tentara Israel ketika hendak memulai masa tanam.
Seperti musim dingin lalu, ketika ia hendak menanam 50 are gandum atau setara setengah hektare, Ibrahim harus menunggu izin selama delapan pekan.
Kendala dan rintangan demikian membuat hatinya kecut. Pada musim tanam tahun ini, misalnya, ia selalu takut tak bisa bertani dan harus menderita kerugian ribuan dolar. "Mereka (Israel) membuat kita miskin," ujar Ibrahim, seperti dilaporkan laman Washington Post.
Para ahli internasional mengatakan, petani-petani Palestina, khususnya mereka yang tinggal di Tepi Barat, menghadapi 60 persen peluang untuk merugi. Sebab lahan-lahan mereka memang berada di bawah kontrol Israel dan berdekatan dengan rumah bagi sekitar 400 ribu warga Yahudi.
Menurut kelompok Israel Rabbi untuk Hak Asasi Manusia, selain kerugian, petani-petani Palestina juga rentan mengalami intimidasi, seperti yang dirasakan Ibrahim. "Membiarkan dia bertani akan menimbulkan risiko pertumpahan darah," katanya.
Sebuah laporan PBB baru-baru ini menyatakan bahwa penduduk Israel memang telah memicu terhentinya bisnis pertanian petani Palestina, khususnya mereka yang memiliki lahan di Tepi Barat. Padahal Bank Dunia memperkirakan potensi pertanian Palestina menembus angka sekitar 700 juta dolar Amerika Serikat.