REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka kasus proyek pengadaan KTP-Elektronik, Andi Narogong di rumah tahanan (rutan) KPK kavling C1. Penahanan Andi terhitung sejak Jumat (24/3), hingga 20 hari ke depan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Andi ditangkap pada pukul 11.00 WIB, Kamis (23/3), kemarin. Dia ditangkap saat berada di sebuah kafe di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Dalam penangkapan itu, penyidik KPK menemukan barang bukti (BB) elektronik dan uang 200 ribu dolar AS. "Kemudian kami lanjutkan dengan proses penyitaan," kata dia di kantor KPK, Jakarta, Jumat (24/3).
Setelah ditangkap, Andi dan dua orang yang sedang bersamanya dibawa ke tiga lokasi penggeledahan di daerah Cibubur, Bekasi, Jawa Barat. Tiga lokasi itu adalah rumah pribadi Andi, dan dua rumah milik adik Andi. Di situ, KPK menyita barang bukti elektronik dan juga sejumlah dokumen.
"Penggeledahan dilakukan sampai malam hari kemudian tim membawa tersangka bersama satu orang adik dan temannya ke kantor KPK di gedung Merah Putih sekitar jam 10.28 (malam). Kemudian, dilakukan pemeriksaan intensif sampai pagi, lalu dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan," kata dia.
KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup hingga akhirnya menetapkan Andi sebagai tersangka. Andi diduga bersama-sama dengan terdakwa sebelumnya melawan hukum hingga menimbulkan kerugian negara sampai Rp 2,3 triliun dari total proyek Rp 5,9 triliun. Dia mempunyai peran aktif dalam proses penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa proyek KTP-el.
Andi selaku pihak swasta mengadakan pertemuan dengan dua terdakwa sebelumnya, Irman dan Sugharto, sejumlah anggota DPR RI, dan juga pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pembahasan proses penganggaran proyek KTP-El. Andi juga banyak melakukan hal demi menggolkan proyek pengadaan KTP-El. Di antaranya, berkaitan dengan aliran dana yang jatuh kepada sejumlah pihak di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, anggota komisi II DPR, dan pejabat Kemendagri, serta terkait aliran dana kepada sejumlah panitia pengadaan.
Tak hanya itu, Andi bahkan sampai merancang dan mengkoordinir sebuah tim di daerah Fatmawati, Jaakrta Selata, (tim Fatmawati), untuk kepentingan pemenangan tender pengadaan KTP-El. Dia dijerat dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 KUHP.