REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon tetap menyarankan agar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) Komisioner KPU dan Bawaslu dilakukan setelah Undang-Undang Pemilu baru disahkan.
Fadli menilai opsi perpanjangan komisioner KPU dan Bawaslu periode saat ini sangat memungkinkan untuk mengantisipasi kekosongan posisi komisoner pada 12 April mendatang.
"Sebaiknya ada perpanjangan dari KPU dan Bawaslu sekarang sampai terbentuknya UU. Toh waktunya juga tinggal sedikit. Karena sekarang masih mendasarkan UU yang lalu," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/3).
Menurutnya, alasan usulan fit and proper dilakukan setelah UU baru selesai juga masuk akal. Sebab ada kekhawatiran jika dilakukan saat ini ada perubahan di UU Pemilu yang baru. Yakni berkaitan penambahan jumlah komisioner KPU dan Bawaslu. Konsekuensinya kata Fadli, ada dua kali dilakukan fit and proper test yakni sebelum dan sesudah UU Pemilu.
"Ya apakah bisa dilakukan satu dua atau tujuh dulu. Menurut saya juga ini bisa jadi problematik dan rawan dipersoalkan di masyarakat bahkan digugat prosedur yang ada ini," katanya.
Fadli juga menilai usulan untuk menambah komisioner KPU maupun Bawaslu juga relevan jika melihat gelaran Pemilu 2019 dimana ada Pileg dan Pilpres yang dilaksanakan bersamaan.
"Ada Pilpres dan Pileg secara serentak. ini kan berarti satu nafas, malah mungkin bisa satu kertas suara ibaratnya. jadi itu pekerjaan yang tidak gampang apalagi ini baru. Saya kira perlu ada penambahan, itu masuk akal," katanya.
Namun demikian, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut menyerahkan keputusan tersebut kepada Komisi II DPR sebagai pihak yang akan menyelenggarakan fit and proper tersebut.
"Nanti kita lihat dulu hasil final dari komisi 2 bagaimana penyikapannya dan apakah dilakukan konsultasi dulu ke pemerintah dengan presiden misalnya pas mau menentukan UU Pilkada. Ini salah satu jalan," katanya.