Kamis 30 Mar 2017 21:14 WIB

Intelektual NU Ini Minta Warga DKI Memilih tak Berdasarkan Agama

Rep: Muhyiddin/ Red: Ilham
Pilgub DKI (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Pilgub DKI (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu intelektual muda NU, Syafieg Hasyim mengatakan, kepemimpinan agama tidak sama dengan kepemimpinan politik. Hal ini disampaikan dalam diskusi publik bertema 'kepemimpinan dalam Islam' yang digelar oleh komunitas IRMA di Jakarta, Kamis (30/3).

"Kepemimpimpinan (politik) tidak bisa disamakan dengan kepemimpinan agama. Tugas pemimpin adalah menegakkan keadilan sosial. Tidak bisa disandera dengan kepentingan primordial," ujar Ketua LPTNU PBNU tersebut.

Lebih jauh, dia meminta dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta nantinya, masyarakat tidak mendasarkan pilihan calon pemimpin dengan dasar agamanya. Namun, kata dia, lebih menjujung norma keadilan.

"Maqosidul Syar'i dalam konsep negara adalah manifestasi sifat Ilahiah di muka bumi, maka norma yang harus diusung adalah keadilan, cinta kasih dan kebersamaan. Dalam konteks ini keadilan tidak boleh memihak baik faktor agama, suku, dan keyakinan," ucapnya.

Syafieq menambahkan, dalam memilih pemimpin dianjurkan umat Islam melihat berdasarkan kinerja dan gagasan dalam memajukan bangsa. "Persoalan pemerintah adalah persoalan masyarakat. Kepemimpinan dipilih berdasarkan sejauh mana ia mampu mensejahterakan dan mewujudkan keadilan sosial. Harus dilihat track record-nya," katanya.

Selama proses Pilkada DKI Jakarta, telah terjadi perbedaan tafsir dalam memilih pemimpin seorang pemimpin non-Muslim. Terkait hal itu, Syafieq hanya mengatakan bahwa perbedaan pendapat adalah rahmat yang datang dari Allah SWT.

"Perbedaan pendapat ulama dalam memilih pemimpin Muslim itu menunjukan ragam keilmuan Islam yang begitu kaya. Tidak boleh mematenkan tafsir keagamaan. Konflik menjadi terbuka ketika ada pemaksaan mono-tafsir. Al-Mawardi membolehkan pemimpin non-Muslim, ibnu Taimiyah juga mengisyaratkan boleh non-Muslim jadi pemimpin. Kita kembalikan pada masyarakat untuk memilih yang mana. Tapi tidak boleh memaksakan kehendak," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement