REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iklim demokrasi Indonesia dinilai sudah cukup siap menerima kampanye negatif. Meski masih dalam tahap awal dan pembelajaran, masyarakat Indonesia dinilai telah meresponsnya dengan positif.
"Setiap ajang perebutan kekuasan pasti akan menimbulkan benturan," kata Pengamat Politik, Abdul Hakim pada Republika.co.id, Senin (3/4). Dia megatakan, ada kubu-kubu yang berseberangan dan mereka saling menyerang namun ujungnya ada pada pemilih.
Abdul menilai kampanye negatif ini adalah bagian dari proses perebutan kekuasaan yang sah dilakukan. Ini membuat pemilih mempertimbangkan kemana suaranya akan berlabuh. "Karena pada akhirnya pemilih ingin memilih yang terbaik," kata dia.
Melihat Pilkada DKI Putaran I, Abdul menilai masyarakat sudah belajar tentang kampanye negatif. Ia melihat tidak ada benturan fisik yang siginifikan. "Ini pembelajaran yang baik," katanya.
Setiap kampanye negatif memang pasti menimbulkan reaksi. "Reaksinya akan tinggi, namun selama benturannya hanya dalam tataran ide, program dan lainnya, bukan fisik, disitulah letak demokrasinya," kata dia.
Demokrasi itu memberikan wadah untuk benturan ide, gagasan, argumentasi, untuk mencari yang terbaik. Benturan-benturan ide itu tidak bisa dihindari dan hal yang akan meyakinkan pemilih.