Senin 03 Apr 2017 21:20 WIB

Bukit Gede, Jahe, dan Longsor

Rep: Andrian Saputra/ Red: Andi Nur Aminah
 Tim gabungan tanggap bencana terus melakukan pencarian korban longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Senin (3/4).
Foto: Republika/Andrian Saputra
Tim gabungan tanggap bencana terus melakukan pencarian korban longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO --- Bukit Gede di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, awalnya merupakan bukit yang ditumbuhi berbagai pohon besar terutama pohon pinus. Kawasan itu milik Perhutani. Begitupun di area di bawah bukit itu. Hanya saja, di area bawah Bukit Hede, Perhutani mengizinkan lahan tersebut dikelola oleh warga khususnya warga dusun Tangkil.

Warga pun menjadikan lahan di area bawah Bukit Gede itu sebagai lahan perkebunan jahe. Tapi tak banyak yang tahu, jika di atas Bukit Gede pun warga juga membuka perkebunan. Salah satunya adalah Dianto (44 tahun) warga dusun Tangkil yang menjadi korban selamat dalam bencana longsor itu.

Dianto mengaku, tepat diatas Bukit Gede yang mengalami longsor terdapat lahan perkebunan jahe miliknya yang sudah digarap lebih dari dua tahun lalu. "Iya, di atas itu memang ada kebun jahe saya, tidak terlalu luas. Ada banyak perkebunan jahe lainnya milik warga di atas bukit itu," ungkap Dianto kepada Republika.co.id pada Senin (3/4) siang.

 

Setiap hari, Dianto pun mengontrol perkebunannya itu. Dia pun melihat adanya retakan di bukit gede, tak jauh dari lahan perkebunannya. Sementara itu, dari pengakuan Soimin (55 tahun) warga dusun Tangkil, sekitar lima tahun lalu, Perhutani memberikan izin kepada warga untuk mengelola lahan di perbukitan di Desa Banaran, termasuk Bukit Gede salah satunya. Warga yang bersedia akan mendapatkan kartu anggota. Soimin mengatakan, warga kebanyakan menanam jahe dan singkong di bekas lahan yang tadinya di tumbuhi pohon pinus.

"Pinusnya kan sudah di tebang, ada lahannya yang kosong warga tanam jahe dan singkong. Nanti hasinya buat warga, Perhutani tidak minta," katanya.

Soimin pun mempunyai sekitar dua hektar lahan yang ditanami jahe. Lahannya itu berada di bukit lain di seberang Bukit Gede yang mengalami longsor. Dia mengungkapkan tak hanya warga dusun Tangkil, banyak warga dari wilayah lainnya juga mengelola lahan Perhutani itu untuk perkebunan jahe.

Sementara itu pada Sabtu (1/4) pagi, sekitar 08.00 WIB, bencana longsor itu datang. Tanah bukit Gede runtuh, menimbun warga yang tengah beraktifitas di perkebunan, menghancurkan semua permukiman Dusun Tangkil. Material Bukit Gede tak hanya melumat permukiman warga Dusun Tangkil. Hanya sekejap, material juga melumat Dusun Krajan yang berada di bawah Dusun Tangkil.

Pasca bencana itu, 28 orang dinyatakan hilang, 28 rumah tertimbun longsor. Sementara itu pada Ahad (2/4) siang, tim evakuasi berhasil menemukan dua jenazah warga dusun Tangkil yang tertimbun longsor. Keduanya yakni yakni Katmi (65 tahun) dan Danu Setiawan (28 tahun).

Jenazah keduanya langsung dikuburkan tak jauh dari lokasi bencana longsor pada sore harinya. Sementara itu, hujan deras yang mengguyur Desa Banaran membuat proses pencarian dihentikan.

Hari ini, Senin (4/3) pagi, tim gabungan yang terdiri dari BPBD, Basarnas, Polri, TNI dan relawan lainnya kembali melakukan pencarian korban hilang lainnya. Sebanyak tujuh eskavator dan anjing pelacak diterjunkan untuk mencari korban hilang di tiga zona terdampak longsor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement