REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sri Hesti adalah ibu dari seorang satpam yang tewas dalam ledakan bom JW Marriott I pada 2003. Rudi Dwi Laksono (17 tahun) merupakan security yang mengejar mobil berisi bom yang masuk kawasan hotel yang mengakibatkan nyawanya melayang.
Sri Hesti mengaku hampir tidak pernah bisa memaafkan kematian anaknya. Hatinya selalu diliputi rasa dendam kepada para teroris yang membuat anaknya menjadi korban ledakan. "Anak saya berangkat cakep, pulang seperti kambing bakar," ungkap Sri dalam acara penguatan perspektif korban dalam peliputan isu terorisme bagi insan media di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (5/4).
Sri bercerita pada saat itu anaknya yang harusnya pulang siang mendadak telepon bahwa tidak bisa pulang karena ada orang bunuh diri di hotel. Sri hanya berpesan untuk memberikan kabar lagi jika terjadi apapun.
Sri tidak pernah mengharapkan jika kabar selanjutnya datang dari tetangga. Mereka bercerita bahwa ada nama Rudi Dwi Laksono yang disebutkan berbagai macam televisi masuk dalam daftar korban ledakan JW Mariot.
Setengah tidak percaya, Sri hanya menimpali dengan kalimat kapan dan di mana anaknya meninggal. Sri mengaku baru beberapa jam lalu mendapatkan telepon dari anaknya. "Saya lihat TV, ya ampun... di tulisan di bawah yang muter itu Rudi Dwi Laksono satpam JW Mariot mayatnya ada di RS Cipto, Rudi masih muda 17 tahun, ini gimana ceritanya?" ucap Sri kembali mengingat kematian anaknya.
Sri tidak pernah membayangkan anak bungsunya meninggal dengan kondisi yang mengenaskan dengan seluruh luka bakar ditubuhnya. Seperti orang gila, Sri mengaku bolak balik di sekitar stasiun kereta saat pergi melihat jasad anaknya.
Sri mengaku tidak paham saat jasad anaknya baru bisa diambil besok pagi. Menurut pihak rumah sakit, jasad anaknya harus diautopsi untuk meyakinkan bahwa kematian Rudi karena ledakan bom. "Katanya harus diautopsi takut dikira kena bom padahal enggak. Ya ampun... ngambil mayat saja susah, ditanyain macam-macam dulu," ceritanya.
Sri melanjutkan, besok harinya barulah jasad Rudi dipulangkan sekitar pukul 07.00 WIB. Kemudian segera dilakukan pemakaman. Sri juga mengaku setelah kejadian itu tidak ada konpensasi yang diterimanya. Hanya bantuan dana pemakaman dari pihak hotel tempat anaknya kerja sebesar lima juta rupiah, namun itupun hanya dilakukan sekali.
Menurutnya, untuk mendapatkan dana konpensasi persyaratannya menyulitkan. Sri harus membuat surat pernyataan korban dari kepolisian Polda Metro Jaya. Sayang, permintaan-permintaan tersebut nampaknya tidak pernah diproses.