REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peristiwa teror bom Bali 1, Bali 2, Kuningan, dan JW Marriot masih menyisakan persoalan terkait nasib dan hak-hak para korban yang terlupakan.
“Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tengah menindaklanjuti keinginan korban bom Bali I, Bali 2, Kuningan, dan JW Marriot untuk mendapatkan bantuan medis, psikologis, psikososial, dan kompensasi,” ungkap Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, dalam rilisnya, Rabu (3/6).
Koordinasi pun dilakukan agar pihak terkait, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polda Metro Jaya dan Polda Bali dapat mengeluarkan surat keterangan bagi para korban teror bom.
“Kita sudah ke BNPT dan mereka masih harus melakukan penelaahan terlebih dahulu terhadap para korban yang berjumlah sekitar 50-an orang itu, sehingga LPSK masih butuh waktu untuk memberikan jawaban bagi korban,” ungkap Edwin.
Pada Pasal 7 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, disebutkan, setiap korban pelanggaran HAM dan tindak pidana teorisme, juga berhak atas kompensasi.
Pelaksanaan pembayaran kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UU yang mengatur mengenai tindak pidana terorisme.
Kondisi para korban teror bom Bali 1, Bali 2, Kuningan dan JW Marriot, kata Edwin, sangat membutuhkan bantuan, terutama medis dan psikologis. Lantara ada di antara mereka yang di tubuhnya saat ini masih terdapat gotri. Begitu pula dengan mereka yang menderita luka bakar.
Edwin mengungkapkan, pada putusan terhadap salah satu terdakwa kasus terror bom JW Marriot, hakim telah mengamanatkan pemberian kompensasi bagi korban. Jumlahnya juga bervariasi, ada yang Rp10 juta, ada pula Rp 20 juta.
Hanya saja, dalam amar putusannya, hakim tidak menyebutkan secara spesifik, siapa nama korban yang berhak menerima kompensasi. Karena itulah, pemberian kompensasi yang menjadi tanggung jawab negara ini belum bisa direalisasikan.
“Negara harus hadir bagi para korban teror bom ini,” ujar Edwin.