REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi Syafrani mengisahkan, dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, eksistensi tindak pidana makar sudah menjadi sesuatu yang melekat dan kemudian dijadikanlah hukum pidana. Tapi, dalam perjalanan sejarah Indonesia, pasal makar sangat jarang digunakan.
"Dalam perjalanan sejarah Indonesia, pasal ini (makar) adalah pasal yang sangat jarang digunakan dan sangat hati-hati. Bahkan di zaman negara yang dituduh sebagai rezim otoriter sekalipun seterti zaman orde baru," kata Andi saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (9/4).
Andi melanjutkan, pada zaman orde baru, tokoh-tokoh yang anti terhadap orde baru dan bahkan punya niat untuk melawan atau menggulingkan pemerintah, jarang dikenakan pasal makar. Maka dari itu, menurutnya pemerintah harus diingatkan terkait penerapan pasal makar tersebut.
"Ini yang perlu disampaikan kepada pemerintah saat ini. Apakah memang tindakan orang-orang yang melakukan keritik terhadap pemerintah itu sudah dapat dikategorikan makar, atau ini masih masuk dalam koridor kebebasan berdemokrasi," ucap Andi.
Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengajukan gugatan uji materi Pasal 87 dan Pasal 110 KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perencanaan dan permufakatan makar. Dua pasal itu dianggap menggampangkan kriminalisasi orang-orang kritis dan bertetangan dengan konstitusi.