REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks dan kekuatan ekonomi umat semakin termarginalkan. Hal itu membuat para kyai, cendikia, ulama, habaib dan pengusaha urun rembuk mencari solusi hingga lahirlah Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia (YP3I) sebagai lokomotif.
Bidang Kerjasama Antar-Pesantren YP3I menggelar rakernas di Bogor, Jawa Barat, 8-9 April 2017. Rakernas itu dihadiri lebih dari 160 perwakilan pesantren dari 16 provinsi seluruh Indonesia.
Pemimpin Gerakan Beli Indonesia Ir Heppy Trenggono – yang saat itu sedang berada di luar negeri -- diminta memberikan arahan mengenai bagaimana pedoman implementasi sinergi ekonomi pesantren dalam rakernas tersebut. “Meski kita sedang di negara yang berbeda, keberadaan teknologi telah memudahkan kita untuk tetap menjadi silaturahim, saling berbagi semangat untuk berkhidmat kepada pesantren,” ujar Heppy Trenggono melalui skype.
Menurut Tokoh Perubahan Indonesia versi Republika itu, ada tiga prinsip utama yang harus sama-sama dipahami agar sinergi ekonomi pesantren ini terjadi. “Tidak mudah namun harus dilakukan atau umat akan semakin termarjinalkan,” kata Heppy dalam rilis YP3I yang diterima Republika.co.id, Kamis (13/4).
Heppy menambahkan, dahulu merebut dan mempertahankan kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari peran pesantren wabil khusus kyai dan santri. “Namun seiring perjalanan bangsa Indonesia, peranan itu kian terpinggirkan, lebih banyak hanya dijadikan basis atau kantong-kantong pemilih saat pemilu, pasca itu kita sudah tahu jawabannya,” tutur Heppy.
Heppy lalu menyebutkan, ada tiga prinsip agar ekonomi pesantren bangkit. Pertama, prinsip kebangkitan ekonomi umat. Hal ini mencakup dua aspek utama, yaitu kebangkitan bisa terjadi karena gerakan ideologi, dan kelangsungan usaha bisa terjadi karena disiplin bisnis,” ujarnya.
Kedua, prinsip produk. Ini juga menyangkup dua aspek utama. Yakni, produk harga wajar, kualitas bisa diterima, dan harga murah lebih disukai, produk milik umat lebih diutamakan. “Artinya, kita harus memberikan kesempatan untuk produk-produk umat untuk tumbuh. Mengutamakan produk umat harus menjadi kesadaran untuk mewujudkan sinergi ekonomi pesantren,” paparnya.
Dan ketiga, prinsip pembangunan karakter. Prinsip ini juga memiliki dua aspek utama. Yang pertama, banyak orang yang ingin berjuang, tidak semua memiliki komitmen. Jadi tidak usah mengeluh, kerjakan saja.
Yang kedua, tugas dakwah adalah membangun karakter. “Tanpa karakter apapun menjadi sulit untuk dibangun. Pendiri NU Kyai Hasyim Asya’ari pernah berpesan, dakwah itu merubah orang menjadi baik. Itulah pembangunan karakter,” tegas Heppy.
Pembina Pondok Pesantren Syafiiyyah Pemalang, Jawa Tengah, Ustadz Muhammad Asrori mendukung pernyataan Heppy Trenggono. “Ketiga prinsip itu harus terus kita bangun dan kembangkan, agar ekonomi pesantren bangkit dan terus berkembang. Kalau ekonomi pesantren bangkit dan terus berkembang, otomatis ekonomi umat bangkit dan berkembang,” papar Muhammad Asrori.