REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merapatnya dua kubu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke pasangan calon Basuki-Djarot mendapat pertentangan dari kader di tingkat bawah. Salah satunya dari Ketua DPW PPP Yogyakarta Syukri Fadholi yang mendorong dilakukannya muktamar luar biasa di tubuh PPP.
Syukri menilai baik Djan maupun Romi telah melanggar azas PPP sebagai partai Islam lantaran mendukung pasangan calon Basuki-Djarot di Pilkada DKI. Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Jakarta, Triana Dewi Seroja mengungkapkan, dukungan PPP terhadap pasangan Basuki-Djarot sudah persetujuan pengurus-pengurus PPP kubu Djan Faridz daerah.
Hal itu dilakukan sebelum PPP kubu Djan Faridz menyatakan mendukung pasangan Basuki Djarot dalam putaran pertama Pilkada DKI. Bahkan kata Triana, dari seluruh pengurus yang ikut hadir dalam persetujuan dukungan tersebut, DPW DIY pimpinan Syukri ikut hadir.
"Saat kami mengumpulkan pengurus soal dukungan paslon nomor dua di putaran pertama, itu seluruh DPW dan kader itu menyepakati, termasuk di sana ada juga Syukri," kata Triana saat dihubungi pada Senin (17/4).
Karena itu, ia pun mempertanyakan pernyataan Syukri yang dikeluarkan saat-saat ini, yakni setelah kedua kubu PPP menyatakan mendukung pasangan calon Basuki-Djarot. Padahal, sejak awal Syukri telah mengetahui bahwa PPP kubu Djan mendukung pasangan calon nomor urut dua dalam putaran pertama.
Sehingga sudah otomatis mendukung Basuki-Djarot di putaran kedua Pilkada DKI. "Silahkan berbeda pendapat, tapi itu adalah pendapat pribadi tapi kalau iya, artinya dia melanggar kesepakatan awal , harusnya berkomitmen dong," kata Triana.
Karena itu pula, DPP menilai pernyataan Syukri itu tidak akan mempengaruhi dukungan PPP kepada Basuki-Djarot. Ia menegaskan, pernyataan dari Syukri tersebut justru membuat DPP merasa perlu untuk memberi sanksi kepada yang bersangkutan. Hal ini karena sikap Syukri yang menentang kebijakan DPP padahal telah menyepakati sebelumnya.
"Saya tegaskan pihak yang menentang kebijakan partai bisa diberi sanksi, tapi saya belum tau, kan biasanya lebih dahulu diberi peringatan satu, dua dan baru tindakan lain," katanya.
Sebelumnya, politikus senior PPP Zarkasih Nur menilai wajar dorongan muktamar tersebut. Hal ini karena kedua pihak yang mengaku sebagai pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang sah tersebut memang telah melanggar AD-ART dan Khittah perjuangan PPP. Hal ini kemudian yang memunculkan dorongan untuk muktamar luar biasa PPP.