REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jamaika adalah negara tujuan wisata terkemuka di dunia. Setiap tahun ratusan ribu wisatawan asing datang ke negara kepulauan ini untuk menikmati keindahan alam lautnya.
Pariwisata menjadi sumber utama pemasukan negara. Adanya potensi itu berdampak positif dan negatif. Devisa dari sektor turisme mendorong berbagai sektor komersial berkembang hingga tenaga kerja terserap.
Di sisi lain, datangnya orang-orang asing ada kalanya membawa pengaruh kurang baik di lingkup masyarakat setempat. Salah satunya terkait perilaku seksual menyimpang. Sudah banyak kasus yang terjadi akibat persoalan ini. Fenomena mengkhawatirkan itu turut menjadi perhatian para tokoh agama Islam Jamaika. Mereka tak ingin gejala tersebut kian meluas dan memengaruhi akidah dan moral umat.
Menurut penjelasan Ketua Islamic Council of Jamaica, Mustafa Muhammad, perilaku seksual menyimpang sangat dilaknat dalam agama Islam. Mustafa tidak bisa menyembunyikan kecemasannya saat menyaksikan gejala yang kini berkembang itu.
Untuk itu, umat Muslim siap bekerja sama dengan elemen lain guna mengeliminasi dampak tersebut. Saya kira, tidak ada satu agama pun yang menoleransi perilaku seperti itu. Ini harus disikapi bersama-sama, tegas dia.
Mustafa menjelaskan, sebenarnya dalam konstitusi negara, hal-hal semacam ini telah diatur. Pelaku seksual menyimpang bisa diancam hukuman penjara. Untuk itu, mereka ingin mendorong agar aspek hukum dikedepankan.
Berbicara pada harian Jamaica Observer, kendati mengecam perilaku menyimpang ini, Mustafa tidak setuju cara-cara kekerasan terhadap pelakunya. Ini berkaitan dengan beberapa peristiwa kekerasan yang terjadi terhadap pelaku seksual menyimpang.
Lebih lanjut, Mustafa menilai, upaya lobi dari organisasi asing untuk melegalkan perilaku menyimpang itu sebagai sesuatu yang sangat tidak bisa dipahami. Dia dan segenap umat Islam tak bisa menerima sesuatu yang dilarang oleh agama. Karena itu, umat Islam senantiasa melakukan upaya untuk mencegah yang buruk dan melakukan langkah-langkah konstruktif.
Mustafa juga menampik tudingan bahwa Islam adalah agama diskriminatif, terutama kepada kaum minoritas dan perempuan. Ia menegaskan, tidak ada larangan bagi wanita untuk bersekolah. Bahkan, Islam mendorong umatnya untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya.
Demikian pula ketika seorang perempuan Muslim mengenakan jilbab, hal itu bukan merupakan bentuk pengekangan, melainkan bukti ketundukan kepada Allah SWT. Lagi pula, jilbab untuk menghindari pandangan yang tidak semestinya dari yang bukan muhrim.
Bila ada kalangan yang menolak pendidikan bagi Muslimah, itu salah besar. Karena, Alquran dan hadis menekankan pentingnya pendidikan bagi semua umat Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, kata Mustafa menegaskan lagi.