REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta mengusulkan perubahan peraturan terkait pemungutan suara ulang (PSU) dengan mempertimbangkan penurunan partisipasi pemilih dalam PSU.
"Ke depan itu, dari sisi regulasi(peraturan) mungkin perlu dilihat kembali apakah kalau ada pelanggaran pemilih yang hanya dua orang itu kemudian solusinya harus PSU," ujar Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno di Jakarta, Sabtu (21/4).
Dilihat dari pelaksanaan PSU di TPS 01 Kelurahan Gambir dan TPS 19 Kelurahan Pondok Kelapa, ucap dia, partisipasi menurun drastis hingga separuh dari partisipasi saat pencoblosan 19 April 2017. Sumarno menyayangkan penurunan partisipasi dalam PSU yang mengakibatkan suara warga yang sudah memberikan hak pilih tidak diperhitungkan.
"Suara pada 19 April kemarin menjadi tidak bermakna karena partisipasinya menurun banyak. Ini memang menjadi masukan untuk pemungutan suara yang ada," kata dia.
Tingkat partisipasi saat pencoblosan sudah tinggi mencapai 75 persen, tetapi saat PSU menurun menjadi anya sekitar 50 persen. Untuk menghindari pelanggaran yang sama, ke depan perbaikan yang diusulkan KPU DKI Jakarta adalah formulir C6 disertai dengan identitas agar bisa diverifikasi pemegang adalah orang yang benar.
"Selama ini kan memang tidak ada ketentuan. Ketika kami ingin membuat ketentuan agar C6 disertai KTP itu setelah dikonsultasikan dengan KPU RI dibilang akan melampaui ketentuan," tutur Sumarno.
Ia mengatakan dalam Peraturan KPU tidak ada ketentuan untuk menunjukkan KTP saat akan menerima formulir C6 sehingga ke depan hal itu dapat dijadikan perbaikan. KPU DKI Jakarta menerima rekomendasi Bawaslu DKI untuk menyelenggarakan PSU di dua TPS, yakni TPS 001 Kelurahan Gambir dan TPS 19 Kelurahan Pondok Kelapa pada Sabtu. Pemungutan suara ulang tersebut dilakukan karena terdapat dua orang pemilih yang penggunaan formulir C6 atas nama orang lain pada hari pencoblosan.