REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Sabtu, 22 April, dicetuskan sebagai 'Hari Internasional Melawan Blokade Israel terhadap Jalur Gaza' oleh The Global Campaign to Break the Siege on Gaza (Kampanye Global Melawan Blokade Israel Terhadap Gaza). Organisasi Palestina yang menamakan diri “Gerakan Nasional Melawan Blokade dan Renovasi Gaza” memperingatkan bahaya eskalasi krisis di Jalur Gaza akibat blokade Israel yang terus berlangsung lebih dari 11 tahun. Organisasi ini menegaskan, bahwa Jalur Gaza akan memasuki fase kemerosotan secara total di semua level.
Salah seorang aktivis penentang blokade, Ehab El-Gasshin mengatakan, situasi kritis yang dialami Jalur Gaza membutuhkan langkah nasional yang bersifat strategis antara eluruh lembaga dan faksi perlawanan di tubuh Palestina. "Perlunya penyatuan wacana, dan pemenuhan kebutuhan bagi rakyat Palestina, khususnya mereka yang berada di Jalur Gaza," katanya seperti dilansir laman: suarapalestina.id, hari ini.
El-Gasshin mengimbau, negara-negara Arab untuk menopang daya tahan masyarakat Jalur Gaza di semua aspek kehidupan, dan mendukung pencabutan blokade Gaza. Dia pun menegaskan, pentingnya agar masyarakat di Tepi Barat Palestina terus melakukan perlawanan (intifadah) terhadap pendudukan Israel.
Hal senada dikatakan oleh aktivis lain, As’ad Jaudah. “Kita sedang memasuki fase yang cukup membahayakan. Kekalahan Jalur Gaza, sama saja dengan kekalahan perjuangan nasional,” ucapnya. Dia menambahkan, kampanye ini dilakukan untuk memberi tekanan terhadap seluruh pemegang kebijakan, dan mengikutsertakan Jalur Gaza dalam semua dimensi perjuangan.
Dalam sambutannya terkait dengan pengadilan yang bersifat ilegal, aktivis lainnya Umar Noval mengatakan, blokade yang semakin diperketat, dan upaya untuk melemahkan rakyat Jalur Gaza, adalah tindakan kriminal yang tidak pantas. Dia menyeru, kepada bangsa Arab dan dunia Islam untuk terus memberi bantuan baik secara material maupun moril, dan menyatukan visi misi terhadap masalah Palestina karena hakikatnya merupakan problematika teologis.”
Nova meminta, Presiden Palestina, Mahmod Abbas untuk lebih tegas dalam menolak blokade Israel terhadap Jalur Gaza, dan merevisi kembali sejumlah kebijakannya terkait Jalur Gaza.
Hingga kini, Israel memberlakukan blokade terhadap Jalur Gaza sejak kemenangan Faksi Hamas dalam pemilu parlemen 2006. Kebijakan ini juga berakibat pada penutupan jalur perlintasan darat, Rafah.