REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Marine Le Pen dikenal sebagai tokoh politik sayap kanan pemimpin partai National Front. Selama hidupnya, ia selalu di bawah bayang-bayang ayahnya yang juga merupakan pendiri partai poros kanan itu pada 1972, Jean-Marie Le Pen.
Selama memimpin partai, ia telah berusaha keras mengubah citra rasialisme dan anti-semitis yang selalu disematkan pada partainya itu. Namun ia yakin akan ada saatnya National Front meraih momentum.
Pribadi Marine Le Pen
Pada usianya ke-48, ia telah dua kali bercerai. Ia sangat berusaha menjaga privasi anak-anaknya dari sorotan media. Bagaimana pun juga, sebagai anak dari tokoh politik ternama di Prancis, ia akan selalu menjadi pusat perhatian dari media.
Kejadian teror bom di apartemen keluarganya saat ia masih berusia delapan tahun membuatnya menyadari akan posisi ayahnya. Setelah orang tuanya bercerai, Jean-Marie Le Pen menghabiskan banyak waktunya di kantornya.
Kemampuan Marine Le Pen berbicara di muka publik membuat dia ingin mendalami ilmu hukum. Pada 1998 ia pernah menjadi penasihat hukum untuk partai ayahnya sendiri.
Le Pen mulai bergabung dengan partai ayahnya sejak 1986. Karier politik Le Pen mulai menanjak, dia terpilih menjadi anggota parlemen daerah di Prancis (1998-sekarang), kemudian menjadi anggota Parlemen Eropa (2004-sekarang) dan pernah menjadi anggota dewan kota di Hènin-Beaumount (2008-2011).
Karena usahanya untuk melunakkan citra partainya itu, hubungannya dengan ayahnya menegang. Lalu saat 2011 ia berhasil menduduki posisi presiden partai, maka ia lebih leluasa dalam mengubah citra National Front.
Pada 2013 Jean-Marie Le Pen mengulang klaimnya bahwa ruang gas Nazi hanyalah detail sejarah semata. Klaim tersebut justru membuatnya terdepak dari partai yang telah didirikannya sendiri.
Baca: Siapa Macron, Kandidat Presiden Prancis yang Lolos ke Putaran Dua?