Selasa 25 Apr 2017 10:44 WIB

Adik Ahok Ikut Bacakan Pleidoi, Ini yang Disampaikannya

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Selasa (25/4), dengan agenda pembacaan pledoi di ruang Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta
Foto: Amri Amriullah/Republika
Sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Selasa (25/4), dengan agenda pembacaan pledoi di ruang Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat Hukum terdakwa penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Fifi Lefty Tjahaja Purnama, membacakan pleidoi (pembelaan) dalam sidang ke-21 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (25/4). Penasihat Hukum yang juga sekaligus adik dari Ahok ini menegaskan tidak ada niat terdakwa untuk menodai dan membenci Islam atau umat Islam.

Menurut dia, untuk melihat niat harus dilihat dalam perilaku kesehariannya. Dia menjelaskan, terdakwa BTP dalam kesehariannya tidak menunjukkan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Keseharian BTP justru sangat menghargai dan mengormati Islam dan umat Islam. 

"Bahkan banyak Muslim yang diberangkatkan haji dan umrah oleh BTP," ujar Fifi Lefty di ruang sidang Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (25/4). 

Selain itu, kata dia, terdakwa BTP juga telah membangun masjid-masjid di Jakarta, bahkan membangun Masjid Raya Jakarta di Daan Mogot. Tidak hanya itu, ia mengungkapkan, bahkan ayah angkat terdakwa BTP juga seorang Muslim. 

BTP juga rutin berqurban dan berzakat, infak dan sedekah kepada para dhuafa di Jakarta. Termasuk juga, kata dia, BTP juga memberikan tambahan tunjangan bagi guru-guru madrasah. "Jadi bagaimana mungkin BTP membenci Islam dan umat Islam," ujarnya. 

Ia menilai, pendapat BTP yang disampaikan di Kepulauan Seribu hanya mengkritisi sikap politik, dari sebagian warga negara yang tidak ingin bersaing sehat secara politik. 

Penasihat Hukum Ahok ini justru menegaskan mereka yang berusaha menggunakan ayat Alquran untuk menjatuhkan BTP secara politik itulah penyebar tafsir kebencian sebenarnya di masyarakat. Apalagi dengan adanya fatwa MUI itulah, kata dia, yang menyebar perpecahan di masyarakat dan hal itu juga merusak demokrasi, sehingga penegakan hukum tunduk pada tekanan massa. "Jelas ini merusak Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika bangsa ini," katanya. 

Sehingga dengan semua itu, kata dia, hak presumption of innocence atau praduga tak bersalah BTP pun hilang. "Kami ingin menggugah kesadaran hukum kita semua, karena apakah bila BTP seorang Muslim akan diperlakukan sama seperti ini," katanya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement