Jumat 28 Apr 2017 15:00 WIB

Santo, Sultan, dan Kunjungan Paus Fransiskus

Paus Fransiskus ketika mengunjungi Masjid Biru di Istanbul pada 29 November 2014.
Foto: Reuters
Paus Fransiskus ketika mengunjungi Masjid Biru di Istanbul pada 29 November 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fitryan Zamzami, wartawan Republika

Paus Fransiskus dijadwalkan mengunjungi Mesir, Jumat (28/4) ini. Langkah tersebut dinilai berani menyusul gangguan keamanan yang beberapa kali terjadi di negara tersebut. Terlebih, sejumlah aksi teror yang terjadi di gereja-gereja di Mesir juga mengemuka belakangan. Paus Fransiskus dilaporkan bersikukuh melakukan kunjungan tersebut tanpa pengamanan berlebih.

Sejarah mencatat, kunjungan seorang rahib Katolik pada masa-masa tak tenang di Mesir juga pernah terjadi pada abad ke-13 silam, tepatnya pada 1219. Saat itu, bala tentara Eropa tengah mengepung Kota Damiata di bagian utara Mesir. Mereka adalah bagian pasukan perang salib gelombang kelima yang mencoba merebut kembali Jerusalem yang telah ditaklukkan Salahuddin Alayubi sebelumnya.

Di Damiata, ketika itu berdiam Sultan Malik Alkamil yang jadi penguasa Kesultanan Ayyubi di Mesir. Ia merupakan keponakan Salahuddin. Di tengah pengepungan, dari Vatikan berangkat seorang rahib bernama Francis Bernadone dari Asissi, sebuah kota yang saat ini masuk wilayah Italia.

Menurut versi gereja Katolik yang dibukukan sejumlah pencatat abad ke-13 seperti Eornul, Thomas dari Celano, dan Jacques de Vitry, Francis bertolak ke Mesir untuk mengajak Malik Alkamil memeluk agama Kristen. Harapannya, dengan begitu Perang Salib yang ditentang sejumlah rahib Katolik sepemikiran dengan Francis bisa diakhiri.

Francis kemudian tiba di Damiata pada Juli 1219. Sebagian penulis menyatakan ia langsung menuju kediaman Sultan Malik Alkamil tanpa mengindahkan peringatan rahib setempat terkait berbahanya situasi perang. Catatan lain menggambarkan bahwa Francis ditangkap terlebih dahulu sebelum dibawa ke hadapan Sultan.

Pihak gereja Katolik meyakini, Francis saat itu sudah siap menjadi martir, terlebih karena kisah-kisah palsu soal kejamnya pasukan Muslim jamak di kalangan warga Eropa. Tapi Malik Alkamil adalah sultan yang jauh dari bayangan musuh-musuhnya. Setahun setengah lebih muda dari Francis, sultan yang menganut paham ahlu sunnah wal jamaah tersebut cenderung toleran.

Alih-alih mengeksekusi Francis, mereka berdua tercatat dalam berbagai rekaman sejarah justru berdiskusi akrab. Sultan bahkan disebut sempat menawarkan sejumlah hadiah pada Francis dan mempersilahkannya tinggal di Mesir.

Mural pertemuan St Francis dengan Sultan Malik Alkamil di Basilica di Santa Croce, Florence, Italy yang dibuat pada 1320. (wikiart.org)

Pada akhir pertemuan, Francis dan Sang Sultan tetap memeluk agama yang mereka yakini dan menghormati pilihan masing-masing. Francis diizinkan Sultan Malik Alkamil pulang ke Eropa. “Sultan memerintahkan Francis dibimbing ke kamp pasukan Kristen dengan banyak tanda kehormatan dan jaminan keamanan,” tulis Jacques de Vitry dalam karyanya History of the Orient

Malik Alkamil juga berhasil memertahankan Damiata dari gempuran pasukan Perang Salib. Ia kemudian tercatat membiarkan para pasukan Eropa yang selamat pulang kembali ke Eropa.

Kunjungan dan pertemuan itu, disebut sejumlah sejarahwan  dan rohaniawan Katolik memiliki dampak signifikan bagi Francis. Jack Wintz, seorang pendeta Ordo Fransiskan menuliskan di laman Ordo Fransiskan AS, www.franciscanmedia.org, bahwa azan yang didengar Francis selama di Mesir menginspirasinya menuliskan surat pada para pemimpin di Eropa untuk membunyikan tanda menjelang malam agar umat Kristiani bisa berdoa dan mensyukuri nikmat Tuhan. 

“Jika mendengar nama Tuhan, jatuhkan tubuhmu ke tanah dan pujilah Dia dengan rasa takut dan penghormatan,” tulis Francis dalam salah satu suratnya. Wintz meyakini, surat itu dibuat Francis selepas melihat orang Islam bersujud dalam shalat.

Pengaruh kunjungan ke Mesir  juga tersurat dalam rangkaian doa karya Francis, yang menurut Wintz mirip dengan asmaul husna. “Engkaulah Yang Maha Suci, Tuhan Yang Esa… Engkau Yang Maha Kuat, Yang Maha Agung, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Kuasa… Kebaikan Tertinggi... Engkau Maha Mencintai, Maha Mengetahui, Engkau Pemberi Kesederhanaan, Engkau Maha Hidup. Engkau Pemberi Kedamaian…” tulis Wintz mengutip doa Francis.

Francis yang kemudian mendirikan Orde Fransiskan, sebuah cabang gereja Katolik, jadi salah satu tokoh yang diagungkan umat Katolik. Ternama dengan kedermawanan dan pembelaan terhadap orang miskin, ia kemudian dikanonkan menjadi santo pada 1228. 

Jorge Mario Bergoglio yang terpilih menjadi paus pada 2011 mengadopsi nama santo tersebut. Nyaris 800 tahun setelah St Francis, giliran Paus Fransiskus mengulangi kunjungan yang dilakukan junjungannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement