Jumat 28 Apr 2017 21:16 WIB

Banyuwangi Kembangkan Klaster Beras Organik 200 Hektare

Rep: Binti Sholikah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petani menanam padi di kawasan persawahannya. (ilustrasi)
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Petani menanam padi di kawasan persawahannya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Kabupaten Banyuwangi telah memiliki 200 hektare lahan padi organik. Pengembangan padi organik ini didukung melalui program klaster yang dibina oleh Bank Indonesia sejak 2014.

Panen perdana beras merah organik dilakukan di Desa Singojuruh Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi, Rabu (26/4). Panen perdana Kelompok Tani Mendo Sampurno tersebut dilakukan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah.

Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember Muhammad Lukman Hakim mengatakan, total luasan lahan yang dikelola Kelompok Tani Mendo Sampurno mencapai 42 hektare. Jumlah petani yang dibina sebanyak lebih dari 150 orang. Sebelum mendapat pendampingan dari BI, kelompok tani tersebut telah mengembangkan pertanian organik sejak 2003.

"Awal pengembangan padi organik di Kecamatan Singojuruh tapi sampai awal 2017 ini sudah ada sembilan kecamatan di wilayah Banyuwangi sudah ikut pertanian organik. Luasan totalnya lebih dari 200 hektare," jelas Lukman kepada wartawan.

Lukman menambahkan, masing-masing daerah memiliki produk unggulan. Di Banyuwangi, beras menjadi salah satu produk unggulan. BI Jember punya beberapa klaster. Selain klaster padi, ada klaster cabai di Jember, klaster kopi di Bondowoso, klaster sapi perah di Jember, klaster sapi potong di Bondowoso dan klaster beras di Banyuwangi, Jember, Lumajang dan Bondowoso. Salah satu kriteria klaster yakni berpengaruh terhadap inflasi dan komoditas unggulan.

"Yang disasar petani beras organik karena beras organik punya nilai jual lebih tinggi dibanding beras konvensional," kata Lukman.

Beras putih organik di tingkat konsumen dijual seharga Rp 17 ribu per kilogram, beras merah organik Rp 26.800 per kilogram, serta beras hitam organik dijual Rp 40 ribu per kilogram. Produktivitas padi juga mengalami peningkatan dari 5 ton per hektare pada 2015-2016 ditargetkan menjadi 6-7 ton per hektare pada 2017-2019.

Pada periode 2014-2016 nilai penjualan beras organik di Banyuwangi mencapai Rp 2,9 miliar. Ditargetkan pada 2017-2019 nilai penjualan bisa mencapai Rp 6 miliar termasuk ekspor. Target penjualan dari 174 ton pada 2016 meningkat menjadi 2.000 ton pada 2017. Lahan pertanian organik dari 42 hektare ditargetkan menjadi 350 hektare tahun 2017 dengan jumlah petani 1.000 orang.

"Satu klaster rata-rata kami bina selama lima tahun. Klaster beras Banyuwangi sudah kami bina sejak 2014 jadi sekitar 2019 sudah dilepas harapannya bisa mandiri," ungkap Lukman.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah mengatakan, BI bertugas mengendalikan inflasi yang banyak dipengaruhi sisi suplai. "BI  masuk ke penyediaan pangan-pangan yang menjadi komponen utama inflasi. Padi merah spesifik di Banyuwngi," terang Difi.

Menurutnya, BI masuk klaster daerah yang menjadi khas di daerah tersebut. Di daerah lain BI membina klaster komoditas lain seperti cabai merah, bawang merah dan kedelai. Khusus BI Jatim Surabaya, lanjutnya, diprioritaskan komoditas bawang merah, jagung dan cabai. Sebab, cabai merah menjadi komponen utama penyumbang inflasi. "Jagung penting terkait upaya kami mengendalikan inflasi daging ayam dan telor karena kenaikan harga daging ayam banyak disebabkan pakan ayam yakni jagung naik. Jadi kami juga mengendalikan dari sisi hulunya," jelas Difi.

Difi menambahkan, budidaya padi secara organik butuh perubahan paradigma (mindset). Sebab, budidaya padi organik lebih repor dalam pengolahan tanah, pembasmian hama maupun pemupukan. BI berupaya melakukan pembinaan agar petani tidak hanya mampu bertani secara kimia tapi juga secara organik.

Pengembangan klaster tersebut diharapkan meningkatkan pasokan pangan dalam pengendalian inflasi. Sehinga budidaya beras organik akan meningkatkan stok pangan di Jatim. "Harapannya petani tidak hanya tanam padi tapi juga punya sapi dan kambing sehingga kotoran bisa digunakan sebagai pupuk, sehingga pengeluaran semakin kecil," ucap Difi.

Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi Arif Setiawan, mengatakan target petani organik di Banyuwangi bisa memiliki sertifikasi internasional. Sebab, produk beras organik Banyuwangi telah banyak diminati dab mendapat permintaan dari Cina, India, Afrika dan Selandia Baru.

"Disini lahan pertanian organik ada 42 hektare,  rencana ada 200 hektare di tujuh kecamatan tahun ini. Bibitnya ada pasokan. Totalnya ada 65.540 hektare sawah di Banyuwangi. Luasan memang kalah dengan Lumajang, tapi kami sudah swasembada dan ekspor beras. Mulai 2012 angkatan awal petani yang ikut program padi organik di Banyuwangi. Sawahnya terus-menerus ditanami padi organik jenis merah, putih dan hitam," kata Arif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement