REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melayangkan surat keberatan terkait hasil Sidang Paripurna yang berlangsung pada Jumat (28/4) lalu. Yaitu tentang penjelasan pengusul atas Hak Angket terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam surat itu mereka menyatakan seharusnya tidak dilakukan oleh pimpinan rapat secara sepihak. “Pimpinan rapat semestinya memperhatikan suara yang berkembang dalam rapat baik itu suara anggota maupun suara fraksi yang ada sebagaimana diatur Tata Tertib DPR RI tahun 2014 tentang tata cara pelaksanaan tugas pimpinan DPR," tulis Fraksi PKS dalam surat tertanggal Selasa (2/5) tersebut.
Dalam surat bernomor 214/EXT-FPKS/DPRRI/V/2017 itu Fraksi PKS DPR RI juga menyampaikan keluhannya pada saat Paripurna kemarin. Ketika itu Fraksi PKS atau anggota yang diberi mandat tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat fraksi. Maka dari itu, dalam surat itu Fraksi PKS menyampaikan pendapatnya, yakni menolak usulan Hak Angket tentang KPK.
"Fraksi PKS DPR RI menyampaikan keberatan dan mohon untuk ditinjau ulang kembali terhadap keputusan Rapat Paripurna, Jumat 28 April 2017 tentang Usulan Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi," tegas PKS dalam surat itu. Surat itu sendiri ditujukan kepada Ketua DPR RI, dan ditembuskan kepada semua pihak terkait di DPR. Surat ini ditandatangani oleh Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini dan Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Sukamta.
Sebelumnya, Rapat Paripurna pada Jumat (28/4) berlangsung ricuh. Bahkan Fraksi Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menyatakan menolak hak angket. Hanya saja meski dihujani interupsi, pimpinan sidang saat itu, Fahri Hamzah tetap mengetuk palu tanda persetujuan. Kontan sikap pimpinan sidang tersebut membuat anggota dari dewan dari ketiga fraksi itu memutuskan untuk walkout sebagai bentuk protes.
Hak Angket diajukan agar KPK mau membuka rekaman pemeriksaan politikus Partai Hanura, Miryam S. Haryani, dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik. Miryam pada suatu pemeriksaan di hadapan penyidik, mengaku ditekan enam orang anggota hukum agar menyampaikan keterangan palsu.